REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan sawit dan pemerintah Indonesia tengah mendapat untung besar dari industri sawit. Sebab harga sawit dalam beberapa waktu terakhir terus mengalami peningkatan. Dari harga 480 dolar AS per metrik ton kini telah mencapai 750 dolar AS per metrik ton. Hasilnya dalam empat bulan terakhir pada 2016 industri sawit mampu mengekspor 11 juta ton sawit.
Meski demikian, peningkatan harga ini tidak boleh dibayar dengan menghabiskan pendapatan tersebut. Sebab harga sawit diprediksi akan anjlok seiring peningkatan produksi minyak mentah dan produksi sawit.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan, industri sawit harus mulai waspada dalam 12 hingga 24 bulan ke depan. Sebab dalam jangka waktu dua tahun, harga sawit kemungkinan akan turun.
"Hemat saya, dalam industri sawit mesti mulai waspada dan mengantisipasi penurunan harga. Jangan foya-foya," ujar Lembong dalam launching 'Layanan Elektronik Pembayaran Pungutan Dana Sawit' di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (26/5).
Lembong menjelaskan, dalam peningkatan harga sawit ada tiga faktor kunci. Pertama, cuaca panas El-Nino tidak dipungkiri menjadi salah satu penyebab harga sawit meningkatat. Sebab, tanaman sawit yang membutuhkan air cukup banyak tidak mampu menahan hawa panasa dari cuaca El-Nino. Akhirnya membuat produksi sawit turun. Menurunnya produksi sawiT kemudian berdampak pada jumlah komoditas ini dan berimpilkasi ke meningkatnya harga sawit.
Kedua, meningkatnya harga minyak mentah yang berhasil naik dari 30 dolar AS per barel menjadi 50 dolar AS per barel, ikut serta mengerek harga sawit yang digunakan untuk produksi biodiesel. Terakhir, upaya BPDPKS dan Pemerintah dalam memasarkan produk sawit membuat banyak negara berminat membeli sawit dari Indonesia.
Namun hal ini harus dicermati lebih jauh. Efek El-Nino yang sudah berakhir akan membuat produksi sawit kembali melimpah. Hasil yang banyak dari minyak sawit nantinya bisa berdampak pada over capacity dan membuat harga sawit turun.
Nilai minyak yang mulai menguat juga membuat produsen minyak seperti Amerika dan negara di kawasan Timur Tengah akan kembali memproduksi minyak mereka. Ini juga bisa membuat kapasitas minyak kembali melimpah dan menurunkan harga minya mentah. Penurunan harga itu, dipastikan mempengaruhi harga sawit untuk turun.