REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra, Aristo Purboadji Pariadji, secara terbuka menolak upaya pemakzulan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melalui Hak Menyatakan Pendapat (HMP).
Aristo saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, menyatakan secara tegas menolak menandatangani edaran HMP karena itu tidak tepat, bahkan alasannya tidak kuat dan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi seperti yang diusung Fraksi Gerindra.
Penegasan tersebut disampaikan terkait dengan beredarnya HMP sejak pertengahan Mei 2016 dan hingga saat ini dari 15 anggota Fraksi Partai Gerindrandi DPRD DKI , tinggal satu anggota yang belum setuju.
Aristo mengemukakan sejumlah alasan penolakan itu antara lain, ormas yang diduga menekan Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik untuk menggulirkan HMP, tidak jelas.
Ormas itu adalah Aliansi Masyarakat Jakarta Utara (AMJU) dan Koalisi Tionghoa Antikorupsi.
"Tuntutan mereka juga tidak jelas. Salah satu tuntutannya, Pak Ahok harus dimakzulkan karena mempraktikan 'e-budgeting' karena dianggap melanggar UU terkait anggaran," katanya.
Menurut dia, kemajuan teknologi informasi harus dilibatkan dan dimanfaatkan dalam pemberantasan korupsi.
Hal itu karena melalui sistem elektronik tersebut akan terjadi transparansi sehingga meminimalisasi praktik penggelembungan proyek (mark up), korupsi dan sebagainya,
Dikatakan, 'e-budgeting' yang diterapkan Pemprov DKI patut diapresiasi karena UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dikatakan?bahwa pengelolaan informasi daerah dikelola dalam suatu sistem pengelolaan informasi daerah.
"Ini memberi ruang kreativitas bagi Pemda untuk menerapkan sistem keuangan yang lebih baik, sekaligus mempercepat konsolidasi demokrasi di Indonesia," tambahnya.
Selain itu, lanjutnya, alasan pemakzulan karena kasus Rumah Sakit Sumber Waras dan kasus reklamasi, juga tidak tepat karena kasus itu murni kasus hukum, bukan politik.
"Jadi, sebaiknya tunggu saja sampai kasus hukumnya selesai. Jangan sampai kita menghukum orang yang belum tentu bersalah,?" katanya.
Aristo berani tidak sejalan dengan anggota DPRD DKI Fraksi Gerindra lainnya yang secara bersama-sama menandatangani HMP karena itu bukan perintah partai ataupun fraksi, melainkan sikap masing-masing individu yang sifatnya pribadi.
Ia juga tidak khawatir jika langkahnya itu malah membuatnya dijatuhi sanksi.
"Saya siap dengan risiko apa pun. Saya bukan pro-Ahok, tapi saya pro anti korupsi," katanya.
Sikapnya ini dibuktikan ketika ia ikut menandatangani hak angket bersama anggota DPRD dari Fraksi Gerindra lainnya.
"Saat hak angket diedarkan terkait anggaran siluman, saya ikut tanda tangan karena tujuannya untuk transparansi anggaran, bukan untuk memakzulkan," katanya.