Kamis 23 Jun 2016 19:12 WIB

Soal Pengawasan Densus, Muhammadiyah Kecewa pada Tito

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ilham
 Busyro Muqoddas
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqqodas menilai perlu adanya Dewan Pengawas Datasemen Khusus (Densus) 88. Sebab, pada Densus 88 sangat rentan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Belum lagi, panduan dalam penanganan terorisme dalam RUU Antiterorisme yang masih kabur pengertiannya.

Busyro menilai, Dewan Pengawas Densus akan berfungsi melakukan chek and balance dalam melihat fungsi Densus dalam memberantas terorisme. Sejarah menyatakan, apa yang sudah dilakukan Densus 88 kerap kali salah kaprah. Sederet kasus salah tangkap dan salah tembak menjadi salah satu bukti bahwa kinerja Densus harus diawasi.

"163 (terduga teroris) ditangkap dan ada yang ditembak. Tapi belum bisa terbukti bahwa mereka tergabung dalam jaringan terorisme. Kinerja Densus sangat sensitif, maka harus berhati-hati. Dalam hal ini, perlu ada lembaga pengawas," ujar Busyro saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (23/6).

Busyro kecewa dengan sikap Calon Kapolri, Komjen Tito Karnavian, yang menyatakan tak perlu adanya pengawasan tersebut. Padahal, kata Busyro, Tito merupakan sosok yang bisa menjadi angin segar dan aktor pembaru di tubuh Polri.

Dengan sikap Tito yang antipati atas pengawasan membuat citra Tito menjadi buruk. Awalnya Busyro berharap, Tito sebagai tokoh muda di Polri bisa membawa perubahan dan independensi Polri.

"Tito itu tokoh muda, harusnya bisa menjadi pemimpin yang jujur, independen dan membawa perubahan. Kami siap ada di belakang Tito dan mendukung Tito kalau ia bisa bekerja secara jujur dan terbuka," ujar Busyro.

Lebih jauh dari itu, Busyro melihat Tito mempunyai tantangan besar untuk bisa membawa perubahan pada Densus. Jangan sampai, kinerja Densus malah akan membuat umat Muslim menjadi korban dan membuat masyarakat jadi tak bisa bergerak.

Busyro berharap dengan naiknya Tito menjadi Kapolri, maka pemikiran dan dasar kerja Polri dilandasi oleh pemikiran intelektual. Juga terbuka dan menjunjung tinggi demokrasi. Pada Densus sendiri, Busyro berharap Tito bisa membuka diri agar fungsi dan kerja Densus bisa diawasi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement