REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Persidangan kasus kopi sianida dengan terdakwa Jessica Kumala yang disiarkan secara langsung oleh sejumlah stasiun televisi swasta dinilai menimbulkan banyak kerugian. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai mengatakan, siaran langsung tersebut bisa menimbulkan informasi yang sampai ke masyarakat tidak utuh.
''Selain itu, dari sisi kepentingan saksi dan korban, hal itu sangat merugikan,'' jelas Abdul Haris, di sela acara seminar internasional viktimologi di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Rabu (21/9).
Dia mengatakan, tidak menutup kemungkinan keterangan dan fakta yang terungkap di persidangan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membalas dendam. Apalagi jika keterangan saksi dianggap memojokkan salah satu pihak.
''Bisa juga ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menghalang-halangi saksi untuk memberi keterangan sebenarnya,'' katanya.
Menurut dia, sistem peradilan di Amerika Serikat sebagai negara yang menganut paham liberal pun tidak sebebas di Indonesia. Di AS, lanjutnya, tidak pernah ada siaran langsung oleh televisi mengenai jalannya proses persidangan.
''Bahkan, pengunjung sidang dilarang membawa kamera saat berada di ruang persidangan,'' katanya.
Hal itu dilakukan untuk menjaga netralitas lembaga peradilan dan juga menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan menyangkut keterangan saksi, korban dan juga tersangka. ''Untuk itu, kami minta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menghentikan siaran langsung persidangan tersebut,'' tegasnya.