REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Duta Besar RI di Kuala Lumpur Herman Prayitno meminta Konjen RI di Johor Baru agar ikut menuntaskan masalah sembilan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang ditahan di Johor Baru sejak Kamis (22/9). "Nanti diselesaikan Bapak Konjen di Johor Baru. Kita prihatin masih seringnya ada TKI ilegal datang ke Malaysia," kata Herman di Kuala Lumpur, Sabtu (24/9).
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepala daerah, baik, gubernur, bupati, maupun wali kota, untuk menyosialisasikan perihal persyaratan WNI yang akan ke luar negeri, termasuk ke Malaysia. Sehingga dokumen mereka lengkap atau tidak ilegal lagi.
Herman menegaskan, pihaknya akan mengurus para TKI karena semua perwakilan Indonesia di Malaysia menerapkan citizen services.
Sebelumnya, Jawatan Imigrasi Johor Malaysia menahan sembilan TKI ilegal dalam serbuan di sebuah rumah kediaman, Jalan Abdul Samad 1, Johor. Para TKI ilegal yang biasa disebut PATI (pendatang asing tanpa identitas) berusia antara 18 dan 42 tahun. Mereka terdiri atas enam lelaki dan tiga wanita.
Mereka ditahan pada pukul 17.25 petang waktu setempat dalam Ops Serkap diketuai Ketua Bagian Penguatkuasa Jabatan Imigrasi Johor, Masri Adul. Masri mengatakan pihaknya mendapatkan kediaman tersebut dijadikan sebagai tempat transit oleh TKI ilegal sambil menunggu untuk pulang ke negara asalnya.
"Kami juga mendapati seorang dari perempuan yang ditahan bertindak sebagai 'pengurus' di rumah terkait, dan dibayar gaji kira-kira RM 1.200 untuk menjaga TKI ilegal yang berada di rumah tersebut," katanya.
Informasi yang dia peroleh bahwa setiap TKI ilegal membayar antara RM 500 dan RM 1.500 kepada tekong sebelum di bawa ke negara asal melalui bot. Masri mengatakan bahwa seorang lelaki warga setempat berusia 39 tahun dipercayai memandu taksi melarikan diri selepas menyadari kehadiran anggota Imigrasi Johor. "Pemandu taksi itu melarikan diri meninggalkan taksinya setelah mengantar seorang PATI," katanya.
Semua TKI ilegal, dia mengatakan kemudian ditahan mengikut Seksyen 6(1)(c) Akta Imigresen 1959/63 karena tidak mempunyai dokumen perjalanan sah dan berada di negara ini melebihi waktu yang ditentukan. Terkait dengan peristiwa itu, belum ada klarifikasi resmi dari KBRI Kuala Lumpur maupun KJRI Johor Baru.