REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Widodo Sigit Pudjianto mengatakan Mahkamah Agung (MA) tidak mengeluarkan fatwa hukum apapun mengenai status Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dalam kasus penistaan agama. Karena itu, Kemendagri tetap akan menanti hasil putusan sidang Ahok.
Widodo menjelaskan, sebelumnya Mendagri Tjahjo Kumolo telah mengirim surat kepada ketua MA untuk meminta saran mengenai penafsiran pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Permintaan itu sudah dijawab dengan pernyataan MA tidak dapat mengeluarkan fatwa hukum apapun.
"MA tidak bisa memberikan fatwa karena saat ini sedanh ada proses gugatan kepada Presiden dan Mendagri atas tidak adanya pemberhentian terhadap Ahok di PTUN. Jika ada fatwa, nanti dikhawatirkan akan mempengaruhi putusan PTUN itu," ujar Widodo kepada Republika.co.id, Selasa (21/2).
Menananggapi hal ini, lanjutnya, Kemendagri menyatakan kembali pada sikap sebelumnya. Sebelumnya, Widodo menyampaikan jika pihaknya menanti dakwaan JPU atas kasus penistaan agama oleh Ahok.
Kemendagri tetap mengacu kepada pasal 83 yang menyatakan kepala daetah atau wakik kepala daerah dapat diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana yang dapat memecah belah NKRI.
Namun, saat ini Ahok sendiri telah berstatus sebagai terdakwa dengan dakwaan dua pasal KUHP, yakni pasal 156 dan 156a. Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun sementara pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.
"Karena itu kami tetap menunggu putusan JPU. Jika dituntut lebih dari lima tahun penjara, kami pastikan segera ada SK pemberhentian sementara kepada saudara Ahok sehari setelah putusan itu," katanya.