REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat, dalam era demokrasi di Indonesia saat ini, pasal makar sudah tidak sesuai. Bahkan, menurutnya isu makar hanya ada dan muncul di negara yang praktik demokrasinya terbelakang.
"Demokrasi yang terbelakang," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Senin (3/4).
Pasal makar, lanjut Fickar, menjadi tidak sesuai lagi di era demokrasi saat ini karena beberapa hal. Di antaranya adalah karena sudah ada Undang-Undang tentang terorisme dan ada konstitusi yang mengatur tentang pemakzulan presiden.
Fickar kemudian menerangkan pengertian makar yang menurut KUHP ada tiga. Pertama, membunuh atau merampas kemerdekaan presiden (Pasal 104). "Kedua, memisahkan sebagian wilayah dari Indonesia atau ke negara lain (Pasal 106), dan ketiga menggulingkan pemerintahan (Pasal 107)," ujarnya.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono membenarkan kabar penangkapan Sekjen Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Al Khaththath. Argo menjelaskan, Al Khaththath ditangkap karena adanya indikasi makar dalam aksi 313.