REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, angkat bicara terkait pembubaran sebuah Organisasi Masyarakat (Ormas) oleh pemerintah. Menurut Arief, di satu sisi, negara memang menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat, tetapi di sisi lain kalau ada indikasi sebuah Ormas mengancam negara harus bisa dibatasi oleh Undang-Undang (UU).
Arief menilai ada kekurangan dalam UU Ormas saat ini. "Dalam UU Ormas ada kekurangan-kekurangan, perlu dilengkapi," kata Arief di Gedung MK, Jakarta, Selasa (30/5).
Di Korea, misalnya Arief mencontohkan, apabila ada partai-partai yang dinilai bertentangan dengan dasar negara, bisa dibubarkan MK. Menurut dia, begitu juga jika yang menjadi objeknya sebuah Ormas, pemerintah Indonesia perlu membuat instrumen hukum melalui UU.
"Nah sekarang kalau Ormas, kita buat instrumen hukum melalui UU, bagaimana kalau ada Ormas demikian (bertentangan), harus melalui proses hukum," kata Arief menjelaskan.
Dalam hal ini MK setidaknya melakukan pembicaraan tidak resmi terkait perlunya melengkapi UU Ormas. MK, kata dia, bisa saja berkomunikasi dengan DPR. Di samping itu, Arief menyebut bisa juga dibuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PerPUU) apabila situasi baik dipandang secara objektif maupun subjektif memungkinkan.
"PerPUU boleh kalau situasinya memaksa harus. Kalau kita lihat di media sosial, kan, ngeri sekali," ujarnya.