REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi menangkap tiga lagi pelaku pembakaran M Aljahra alias Joya yang diduga mencuri amplifier di Mushala Al-Hidayah, Babelan, Bekasi. Polisi bahkan terpaksa mengambil tindakan tegas dengan menembak satu di antara tiga pelaku tersebut.
Kapolres Metro Kabupaten Bekasi Kombes Asep Adi Saputra menyatakan, salah satu tersangka, yakni SD, diketahui berperan paling penting sebagai pembeli bensin dan menyalakan api yang membakar tubuh Joya. "Untuk saudara SD, terpaksa kami tembak kakinya karena saat menunjukkan pelaku lain dia berupaya melarikan diri," kata Asep di Mapolda Metro Jaya, Rabu (9/8).
Hingga saat ini, polisi telah menetapkan lima tersangka. Tiga tersangka terbaru adalah AR, KR dan SD. Di mana SD (27), memilik peran krusial sebagai tersangka utama. Adapun sebelumnya polisi menangkap SU dan Na. Peran-perannya adalah SU (40) berperan memukul punggung dan perut Joya. NA (39) memukul bagian perut Joya.
Sedangkan, tiga tersangka yang baru ditangkap AL (18) berperan menginjak-injak kepala Joya. Sedangkan, KR (55) berperan memukuli perut dan punggung korban. "SD 27 tahun, dia yang beli bensin, menyiram, dan membakar MA," ujarnya.
Asep mengungkapkan, polisi masih akan melakukan pengembangan. Sehingga masih akan ada pelaku lain yang akan dikejar. "Dari keterangan tersangka dan saksi akan ada nama-nama yang timbul yang akan kita lakukan penangkapan," katanya.
Lima pelaku tindakan kekerasan bersama ini akan dikenakan Pasal 170 KUHP yakni melakukan tindakan bersama pada kekerasan bersama. Para pelaku pun akan terancam penjara paling lama dua belas tahun.
Seperti diketahui, pembakaran ini bermula ketika Joya diduga mencuri sebuah ampli di mushalla di Kampung Muara Bakti RT 12 RW 07, Desa Muara Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi pada Selasa (2/8) lalu. Namun, sejumlah warga termasuk lima tersangka yang telah ditangkap tidak kuasa mengontrol diri dan mengeroyok Joya hingga babak belur dan bersimbah darah. Tidak berhenti di situ, sejumlah provokasi meneriaki Joya untuk dibakar. Joya pun dibakar hidup-hidup hingga akhirnya tewas di parit atau selokan.