REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun meminta pemerintah makin konsisten dalam membangun pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2018 yang dipatok sebesar 5,4 persen. Legislator Golkar itu mengingatkan pemerintah agar berupaya keras dalam menjaga kredibilitas APBN.
Berbicara dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto untuk membahas asumsi dasar RAPBN 2018 di Jakarta, Kamis (7/9), Misbakhun mengatakan, pemerintah harus mampu menjaga kepercayaan pasar. “APBN yang kredibel berarti bisa diterima pasar dan rasional menurut perhitungan mereka,” ujarnya dalam keterangan resmi Jumat (8/9).
Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah menargetkan perekonomian nasional tahun depan tumbuh 5,4 persen. Merujuk target itu, katanya, pemerintah perlu mendalami upaya-upaya menguatkan pasar. "Saya menginginkan pemerintah lebih fokus agar pasar lebih didalami dan ada penguatan untuk membangunnya," tegasnya.
Meski demikian Misbakhun tetap optimistis bahwa ada peluang untuk mencapai target pertumbuhan. Misalnya melalui dukungan penerimaan pajak. Saat ini, lanjutnya, pertumbuhan pajak masih 9,3 persen. Padahal, sebelumnya menyentuh angka 10-12 persen.
Mantan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan itu menegaskan, jika penerimaan negara dari perpajakan besar maka defisit bisa ditekan dan pemerintah tak perlu melakukan pemangkasan anggaran. "Kalau penerimaan pajak tinggi maka pemerintah tak perlu lakukan self blocking (menahan pencairan angggaran, red) dan pemotongan anggaran," ujar Misbakhun.
Merujuk nota keuangan pemerintah dalam RAPBN 2018, target pertumbuhan ekonomi dipatok pada angkat 5,4 persen. Sementara laju inflasi diproyeksikan sebesar 3,5 persen.
Lebih lanjut Misbakhun juga menyoroti mengenai inflasi. Menurutnya, pemerintah harus optimistis dalam mengendalikan laju inflasi. “Pertumbuhan yang tinggi tanpa pengendalian inflasi tidak menghasilkan apa pun,” tegasnya.
Sedangkan untuk menjaga nilai tukar rupiah, Misbakhun mendorong pemerintah dan BI lebih tegas terhadap perusahaan yang mengeruk sumber daya alam (SDA) di Indonesia tapi justru memarkir dana di luar negeri. “Jadi ini perlu dilakukan untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar,” cetusnya.
Hal terakhir yang tak luput dari sorotan Misbakhun adalah bunga dari surat utang. Dalam asumsi RAPBN 2018, rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sekitar 5,3 persen.
Misbakhun meminta pemerintah menurunkan suku bunga SUN. “Selama ini belum pernah kita menunda imbal bayar dan ini jadi kesempatan bagi kita untuk terbitkan surat utang dengan yield (bunga) yang lebih rendah,” tegasnya.