REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, tidak menutup kemungkinan tim dokter KPK akan mengonfirmasi pihak Rumah Sakit Siloam di Semanggi, Jakarta, ihwal surat keterangan sakit yang diserahkan pihak perwakilan Setya Novanto (Setnov) ke KPK beberapa waktu lalu.
Namun, untuk saat ini, KPK masih harus mempercayai surat itu terlebih dulu sebagai bentuk pengakuan bahwa surat keterangan sakit Setnov itu ada.
"Kita menghormati karena surat sakit itu ada, kita harus percaya dengan itu dulu. Tapi nanti yang kedua mungkin dokter yang akan berkoordinasi (ke RS Siloam)," ujarnya di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/9).
Basaria melanjutkan, saat ini pihaknya belum bisa menentukan apakah akan menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memeriksa kondisi kesehatan Setnov. Sebab masih menunggu laporan dari dokter KPK terkait kesehatan Setnov.
"Nanti hasilnya kita tunggu saja dari dokter kita. Kan dokter kita yang bekerja di situ. Sampai saat ini belum ada laporan. KPK kan juga punya dokter nanti dia (dokter KPK) yang memberikan masukan," katanya.
Sebelumnya, Ketua DPR RI sekaligus Ketum Partai Golkar Setya Novanto tidak bisa hadir dalam pemeriksaan perdananya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) yang dijadwalkan KPK pada Senin (11/9) lalu.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Idrus Marham mengungkapkan, absennya Ketum Partai Golkar itu lantaran saat itu Novanto sedang dirawat di rumah sakit.
"Saya barusan dari rumah sakit, dan kedatangan kami, badan advokasi dan tim lawyer Partai Golkar berdasarkan pemeriksaan tim dokter Pak Novanto tidak memungkinkan untuk hadir," kata Idrus saat di KPK, 11 September lalu, untuk menyerahkan surat sakit Setnov.
Idrus menuturkan, sejak Ahad (10/9) malam, Novanto memeriksakan diri ke Rumah Sakit Siloam dan langsung menjalani perawatan. "Berdasarkan pemeriksaan dokter, Pak Novanto kemarin setelah olahraga kemudian gula darahnya naik. Implikasinya terhadap fungsi ginjal dan jantung," ucapnya.
KPK menetapkan Novanto selaku anggota DPR RI pada 2009 sampai 2011 sebagai tersangka. KPK menduga Novanto menguntungkan diri sendiri sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari paket pengadaan Rp 5,9 triliun. Sejauh ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus mega proyek tersebut.