REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai tidak ada kekosongan hukum yang menjadi salah satu alasan diterbitkannya Perppu Ormas. Perppu Nomor 2 tahun 2017 tersebut, kata dia, sebenarnya tidak perlu diterbitkan karena memang Undang-Undang Ormas Nomor 17 tahun 2013.
Refly mencontohkan, jika memang ada sebuah Organisasi yang melakukan tindakan melanggar hukum. Semestinya, kata dia, penegak hukum terlebih dahulu memproses pengurusnya, atau pelaku dari tindakan kriminal tersebut.
"Ya ambil dulu pengurusnya,jadi menurut saya tidak akan ada kekosongan hukum, dalam penegakan hukum kalau kita bisa melihat masalah ini dengan jernih. Organisasi apa pun, tidak akan jadi radikal, kalau tidak dari pengurusnya," ujar dia saat ditemui selepas Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II di Gedung Nusantara, Rabu (18/10).
Refly mengatakan, penindakan bisa dilakukan bertahap pada pengurus organisasi yang harus mempertanggungjawabkan terlebih dahulu. Setelah itu, lanjut dia, baru kemudian dilihat kembali apakah organisasinya memang punya landasan azas yang tidak sesuai dengan ideologi negara.
Akan tetapi, Refly tidak memungkiri adanya keadaan-keadaan tertentu yang memungkinkan negara bisa melakukan tindakan-tindakan yang melanggar HAM. Refly mencontohkan ada tindak penghianatan dari Ormas yang melakukan kerjasama dengan negara lain untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
"Maka tanpa proses pengadilan negara bisa melakukan (pembubaran) itu," ujar dia mengakhiri.