REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Demokrat Fandi Utomo menyatakan proses penindakan terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dianggap melanggar aturan ataupun menyimpang, harus tetap mengacu pada pedoman < i >due process of law< /i >. Demokrat mendorong pasal mengenai proses peradilan di UU Ormas direvisi.
"Anggota ormas yang dibubarkan pemerintah, (penindakannya) harus dikembalikan juga kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," kata Fandi di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (30/10).
Partai Demokrat telah merampungkan draf usulan revisi terhadap UU nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas yang baru disahkan belum lama ini. Usulan akan disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan juga sekretariat DPR RI.
Inti dalam usulan revisi dari Demokrat, yakni menghendaki adanya proses peradilan dalam menindak ormas yang dianggap bermasalah. Dalam usulan tersebut, Demokrat menyampaikan perlu adanya penerapan sanksi pada pasal 63 sampai 69 dalam UU Ormas yang baru.
"Di dalamnya ada nilai-nilai demokrasi dan ada check and balances serta saling mengawasi. Supremasi hukum di atas kekuasaan," ujarnya.
Namun, seperti diketahui, semua pasal yang sebelumnya ada di UU Ormas yang lama, yakni UU 17/2013, itu telah dihapus dalam UU 2/2017. Dalam UU yang baru ini, pemerintah dalam menindak Ormas hanya mengacu pada pasal 62.