REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai, pemanggilan terhadap Setya Novanto (Setnov) sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo dalam kasus KTP-e tidak perlu izin dari Presiden. Syarif menilai, alasan Setnov mengada-ada.
"Tidak sama sekali kok, tidak harus izin. Baca saja aturaannya kan itu juga sudah ada putusan MK tidak mewajibkan adanya izin dari Presiden," kata Syarif di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/11).
Syarif pun menyatakan bahwa pemanggilan Setya Novanto harus terdapat izin dari Presiden merupakan sesuatu yang mengada-ada. "Iya itu alasan mengada-ada. Pertama beliau kan pernah hadir beberapa kali dipanggil saat itu beliau hadir tanpa surat izin Presiden. Kenapa sekarang hadir harus kami mendapat izin dari Presiden. Ini suatu mengada-ada," ujarnya.
Dalam kasus KTP-e secara keseluruhan, KPK pernah memanggil Setya Novanto sebanyak sembilan kali mulai untuk tersangka Sugiharto pada Desember 2016 lalu dan yang bersangkutan tidak hadir saat itu.
"Kemudian ada di Januari, Juli, dan totalnya sampai saat ini ada sembilan kali, termasuk pernah dipanggil sebagai tersangka sebanyak dua kali, namun tidak hadir. Sebelumnya tidak pernah ada penjelasan atau alasan terkait penggunaan klausul izin ke Presiden," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Setya Novanto sudah tiga kali hadir dalam pemanggilan KPK sebagai saksi untuk Anang Sugiana Sudihardjo. Pada pemanggilan pertama Senin (30/10) Setya Novanto juga tidak memenuhi panggilan KPK sebagai karena ada kegiatan lain di daerah pada masa reses DPR RI.
Sementara pada pemanggilan kedua dan ketiga pada Senin (6/11) dan Senin (13/11), Setya Novanto menyatakan pemanggilan terhadap dirinya harus ada izin tertulis dari Presiden.
Setya Novanto juga telah ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-e) pada Jumat (10/11).
Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi, menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-E 2011-2012 Kemendagri.
Setya Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atas nama tersangka.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar itu juga pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek KPK-e pada 17 Juli 2017 lalu. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.
KPK telah menetapkan Anang yang merupakan Dirut PT Quadra Solution sebagai tersangka dugaan kasus korupsi KTP-e pada 27 September 2017. PT Quadra Solution merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pelaksana proyek KTP-elektronik (KTP-e) yang terdiri dari Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Artha Putra.
Anang Sugiana Sudihardjo diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Indikasi peran Anang Sugiana Sudihardjo terkait kasus itu antara lain diduga dilakukan bersama-sama dengan Setya Novanto, Andi Agusitnus alias Andi Narogong, Irman dan Sugiharto dan kawan-kawan.
Anang disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP