Selasa 02 Jan 2018 20:49 WIB

Inflasi 2017 Terkendali, Ini Penyebabnya

Rep: Binti Sholikah/ Red: Elba Damhuri
 Pejalan kaki melintas didekat logo Bank Indonesia (BI), Jakarta, Ahad (1/10).
Foto: Republika/Prayogi
Pejalan kaki melintas didekat logo Bank Indonesia (BI), Jakarta, Ahad (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Desember 2017 sebesar 0,71 persen (mtm) dan secara keseluruhan 2017 mencapai 3,61 persen (yoy) berada dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan 4 persen plus minus 1 persen (yoy). Dengan perkembangan tersebut, sasaran inflasi dapat terpenuhi dalam tiga tahun berturut-turut.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Agusman, mengatakan terkendalinya inflasi 2017 didorong oleh rendahnya inflasi inti yang tercatat 2,95 persen (yoy). Hal itu sejalan dengan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mengarahkan ekspektasi inflasi.

Faktor lainnya, rendahnya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang tercatat 0,71 persen (yoy), terendah dalam 14 tahun terakhir. Ini terjadi akibat terjaganya pasokan dan distribusi bahan pangan.

Juga, terkendalinya dampak kenaikan berbagai tarif dalam inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices) yang tercatat 8,70 persen (yoy).

"Selain itu, inflasi 2017 juga didukung oleh faktor positif permintaan dan penawaran, rendahnya tekanan dari eksternal serta koordinasi kebijakan yang kuat antara BI dan Pemerintah di pusat maupun daerah," jelas Agusman melalui siaran pers, Selasa (2/1).

Inflasi IHK pada Desember 2017 meningkat dibandingkan November 2017 yang sebesar 0,20 persen (mtm) sesuai dengan pola musimannya. Inflasi Desember 2017 lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi Desember tiga tahun terakhir yang sebesar 1,28 persen (mtm).

"Berdasarkan komponen, meningkatnya inflasi bulan ini terutama dipengaruhi oleh inflasi kelompok volatile food dan kelompok administered prices di tengah rendahnya inflasi inti," tambah Agusman.

Inflasi inti tercatat sebesar 0,13 persen (mtm), sama dengan bulan lalu. Perkembangan tersebut sejalan dengan terjangkarnya ekspektasi inflasi, masih rendahnya permintaan domestik, nilai tukar yang stabil dan rendahnya harga global.

Kelompok volatile food tercatat inflasi sebesar 2,46 persen (mtm), meningkat dibandingkan bulan lalu sebesar 0,38 persen (mtm). Inflasi terutama bersumber dari komoditas beras, ikan segar, telur dan daging ayam ras, cabai merah, tomat dan cabai rawit.

Kelompok administered prices mengalami inflasi sebesar 0,91 persen (mtm) meningkat dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 0,21 persen (mtm). Perkembangan tersebut terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara, tarif kereta api, dan angkutan antar kota sejalan dengan musim liburan dan penyesuaian bensin nonsubsidi.

"Selain itu, tekanan inflasi administered prices juga didorong oleh kenaikan tarif aneka rokok," ungkap Agusman.

Ke depan, inflasi diperkirakan kembali berada pada sasaran inflasi 2018 sebesar 3,5 persen plus minus 1 persen.

Inflasi merupakan fenomena kenaikan harga barang-barang pada waktu tertentu yang berdampak terhadap daya beli masyarakat. Jika inflasi tinggi maka itu akan menggerus daya beli.

Kondisi sebaliknya disebut deflasi di mana merupakan indikasi turunnya harga barang-barang pada periode tertentu yang disebabkan banyak hal. Daya beli rendah dan permintaan yang melambat menjadi beberapa penyebab munculnya deflasi. Baik inflasi tinggi maupun deflasi secara praktik tidak bagus bagi perekonomian bangsa.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement