REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengukuhkan guru besar pertama Politeknik Kesehatan di Lingkungan Kementerian Kesehatan, Prof Lucky Herawati. Ia merupakan dosen di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta ini menjadi guru besar di bidang ilmu pendidikan kesehatan masyarakat.
"Guru besar pertama untuk Poltekes Kesehatan. Jadi ini yang pertama yang beliau orasinya mengenai parenting. Saya kira ini penting sekali, bagus sekali," kata Nila di Gedung Badan PPSDM, Jakarta, Kamis (8/2).
Dalam pidato pengukuhannya, Lucky Herawati menyampaikan peran penting parent educator untuk memberdayakan peran keluarga dalam mengendalikan perilaku merokok pada anak remaja. Ia memaparkan, berdasarkan data perilaku merokok remaja pada usia 12-15 tahun, terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Perilaku merokok ini pun membebani biaya kesehatan pemerintah hingga triliunan rupiah. Atas dasar itu, diperlukan upaya meminimalkan dampak kesehatan dan ekonomi melalui pengendalian perilaku merokok khususnya pada remaja," ucap Herawati.
Ia menyampaikan, perilaku merokok pada remaja ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Antara lain yakni karena pengaruh lingkungan sekitar serta rendahnya ketrampilan menolak pengaruh sosial untuk merokok.
Model parent educator ini dilakukan untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada anak remajanya setelah para orangtua menerima pembekalan pengetahuan kesehatan termasuk bahaya merokok.
"Tujuannya adalah terjadinya perubahan perilaku anak remajanya kearah perilaku sehat," ujarnya.
Kendati demikian, Herawati menyebutkan data kepedulian orangtua pada perilaku merokok remaja masih rendah. Namun, berdasarkan penelitiannya di tiga provinsi, yakni Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali dan Kalimantan Selatan, angka kepedulian orangtua di Indonesia terhadap perilaku anak remajanya pun tercatat masih tinggi dibandingkan dengan negara lain seperti di Kanada.
Herawati mengatakan, sebanyak 76,27 persen dari 649 orangtua ditiga provinsi tersebut menunjukan kepeduliannya pada perilaku merokok anak remajanya. Dengan metode parent educator, sambungnya, dapat meningkatkankepedulian orangtua pada perilaku merokok anak remaja.
Tak hanya itu, ia juga menyebut model ini dapat mengurangi rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap remaja dengan kategori perokok sering per harinya. Namun demikian, Herawati menyebutkan model ini juga masih memiliki sisi negatif dalam implementasinya. Yakni, perilaku merokok orangtua juga dapat ditiru oleh anak remajanya.