REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan sukuk global senilai 3 miliar dolar AS. Setelmen sukuk wakalah tersebut akan dilaksanakan pada 1 Maret 2018.
"Sukuk ini terdiri dari dua struktur yang pertama adalah green global sukuk yang berjangka waktu lima tahun, nilainya 1,25 miliar dolar AS. Kemudian, untuk yang berjangka sepuluh tahun nilainya 1,75 miliar dolar AS," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Senin (26/2).
Sukuk wakalah tersebut ditetapkan harganya mulai 22 Februari lalu dengan imbal hasil sebesar 3,75 persen untuk tenor lima tahun dan 4,4 persen untuk tenor sepuluh tahun.
Dua sukuk tersebut didaftarkan di Bursa Saham Singapura dan Nasdaq Dubai, Uni Emirat Arab dengan joint lead manager yakni Abu Dhabi Islamic Bank, CIMB Investment Bank, Citigroup, Dubai Islamic Bank, dan HSBC. Sukuk tersebut juga mendapatkan peringkat layak investasi dari Moody's Investors Service, S&P Global Ratings, dan Fitch Ratings.
Sri menjelaskan, penggunaan sukuk tersebut adalah untuk mendukung kebutuhan pembiayaan proyek pemerintah. Sukuk Wakalah dengan tenor 5 tahun merupakan penerbitan sukuk hijau pertama kali di dunia yang dilakukan pemerintah negara atau sovereign dan merupakan penerbitan pertama yang dilakukan oleh Indonesia. Sri mengaku, sukuk tersebut akan digunakan untuk proyek-proyek yang bersifat hijau atau ramah lingkungan.
"Ini adalah bentuk sukuk hijau yang pertama sovereign. Jadi dalam hal ini kita memanfaatkan sambutan yang sangat baik dari dunia internasional terutama dari pasar yang memang membutuhkan kombinasi antara yang sifatnya hijau dan sukuk," ujar Sri.
Sri mengaku, minat terhadap sukuk tersebut mencapai 7 miliar dolar AS dengan rincian 3 miliar dolar AS untuk tenor lima tahun dan 4,2 miliar dolar AS untuk tenor 10 tahun. Untuk komposisi investor, sukuk dengan tenor lima tahun didistribusikan kepada investor syariah di Timur Tengah dan Malaysia sebanyak 32 persen, 10 persen di Indonesia, 25 persen di negara Asia kecuali Indonesia dan Malaysia, 18 persen di Amerika Serikat, dan 15 persen di Eropa.
Sementara, sukuk dengan tenor 10 tahun didistribusikan kepada investor syariah di Timur Tengah dan Malaysia sebanyak 24 persen, Indonesia 10 persen, Asia kecuali Indonesia dan Malaysia 12 persen, Amerika Serikat 22 persen, dan Eropa 32 persen.
Karena bersifat khusus maka dana dari penerbitan sukuk hijau dikaitkan dengan proyek-proyek di Indonesia yang memiliki kualifikasi sebagai proyek hijau. Ia mengaku, dalam APBN 2018 dibutuhkan biaya mencapai Rp 8,2 triliun untuk proyek-proyek yang memenuhi kualifikasi hijau.
Proyek-proyek tersebut seperti pengendalian banjir, pengelolaan drainase utama perkotaan, pengelolaan prasarana dan fasilitas pendukung kereta api, serta pembangunan infrastruktur energi melalui pemanfaatan aneka energi baru terbarukan.