Kamis 05 Apr 2018 10:09 WIB

Rusia Gagal Ikut Selidiki Kasus Skripal

AS dan negara-negara Eropa menentang keterlibatan Rusia dalam penyelidikan

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nidia Zuraya
Polisi Inggris berjaga di dekat rumah seorang mantan agen intelijen Rusia, Sergei Skripal yang diserang dengan zat agen saraf.
Foto: Andrew Matthews/PA via AP
Polisi Inggris berjaga di dekat rumah seorang mantan agen intelijen Rusia, Sergei Skripal yang diserang dengan zat agen saraf.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Rusia gagal mengajukan diri untuk ikut serta dalam penyelidikan kasus serangan racun agen saraf terhadap mantan agen intelijen militernya, Sergey Skripal. Rusia telah menyerukan pertemuan darurat lembaga eksekutif pengambil keputusan Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) untuk melawan tuduhan Inggris bahwa Moskow berada di belakang serangan itu.

Ketika pertemuan diadakan pada Rabu (4/4), Rusia mengusulkan diadakannya penyelidikan bersama. Sebelumnya Rusia tidak diundang untuk berpartisipasi dalam penyelidikan independen yang dilakukan oleh OPCW atas permintaan Inggris.

Inggris menyebut usulan Rusia untuk ikut dalam penyelidikan gabungan adalah sebuah upaya jahat untuk melarikan diri dari tuduhan. Dalam pemungutan suara, usulan tersebut hanya didukung oleh Cina, Azerbaijan, Sudan, Aljazair, dan Iran.

Sementara AS dan negara-negara Eropa menyatakan menentang keterlibatan Rusia dalam penyelidikan. Ada 17 anggota OPCW yang abstain dari total 41 anggota. Namun hanya 38 anggota yang hadir dan memenuhi syarat untuk ikut dalam pemilihan suara tersebut.

Para ilmuwan di laboratorium senjata biologi dan kimia Porton Down di Inggris telah menyimpulkan racun yang digunakan termasuk kategori agen saraf era Soviet yang disebut Novichok. Meski demikian, belum bisa ditentukan apakah racun itu dibuat di Rusia.

The New York Times melaporkan, layanan keamanan Inggris telah menemukan lokasi laboratorium Rusia yang digunakan untuk memproduksi agen saraf Novichok. Inggris telah mengetahui keberadaan laboratorium itu sebelum insiden serangan terjadi pada 4 Maret lalu.

Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyambut baik kekalahan Rusia yang dijegal untuk bisa ikut serta dalam penyelidikan.

"Rusia telah memiliki satu tujuan sejak terjadi percobaan pembunuhan di tanah Inggris melalui penggunaan senjata kimia kelas militer, yaitu untuk mengaburkan kebenaran dan membingungkan masyarakat," kata Johnson dalam sebuah pernyataan.

Pertemuan OPCW yang tertutup itu memicu aksi saling sindir antara Inggris dan Rusia. Di akun Twitter pribadinya, Duta Besar Inggris untuk OPCW John Foggo menyebut ide Moskow untuk ikut dalam penyelidikan bersama adalah sebuah taktik pengalihan isu.

"Pernyataan Rusia bahwa serangan itu mungkin dilakukan oleh Inggris, Amerika Serikat, atau Swedia adalah pernyataan tak tahu malu, tidak masuk akal," ujar Foggo.

Duta Besar Rusia untuk OPCW Aleksander Shulgin dalam konferensi pers mengatakan, pemungutan suara menunjukkan lebih dari setengah anggota OPCW telah menolak untuk mengasosiasikan diri mereka terhadap sudut pandang Barat. Hal ini mengacu pada banyaknya negara yang memilih abstain.

"Pernyataan Inggris adalah hal yang kotor, kebohongan lengkap, dan Rusia-fobia," kata Shulgin.

Tuduhan Inggris atas keterlibatan Rusia, yang ditolak keras oleh Moskow, telah memicu pengusiran massal para diplomat oleh negara-negara Barat, termasuk AS, dan tindakan pembalasan serupa juga dilakukan oleh Rusia.

Secara terpisah pada Rabu (4/4), Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan Rusia telah meminta diadakannya pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada 5 April untuk membahas tuduhan Inggris terhadap Moskow.

OPCW, yang mengawasi Konvensi Senjata Kimia 1997, telah mengambil sampel racun dari lokasi serangan Salisbury. OPCW diharapkan bisa memberikan hasil dari pengujian di dua laboratorium yang ditunjuk, minggu depan.

Shulgin mengatakan akan menolak hasil dari penelitian OPCW karena Moskow telah dicegah untuk ikut serta dalam mengambil bagian dalam pengujian sampel racun. Uni Eropa mengatakan sangat khawatir Moskow akan menolak temuan OPCW.

"Alih-alih bekerja sama dengan OPCW, Rusia telah melepaskan banjir sindiran yang menargetkan negara-negara anggota Uni Eropa. Ini sama sekali tidak dapat diterima," kata pernyataan Uni Eropa yang dibacakan dalam sidang dewan.

Skripal (66 tahun) adalah mantan perwira intelijen militer Rusia yang mengkhianati sejumlah agen Rusia untuk Inggris. Ia masih dalam kondisi kritis namun stabil. Sementara putrinya, Yulia (33), telah menunjukkan tanda-tanda penyembuhan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement