Rabu 19 Sep 2018 08:43 WIB

KJRI Paksa Majikan Saudi Bayar Rp 2 M Gaji Pekerja Indonesia

Seorang pekerja tidak pernah menerima gaji dan pulang ke Tanah Air selama 15 tahun.

Kota Jeddah
Foto: Republika/Tommy Tamtomo
Kota Jeddah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah berhasil memaksa beberapa majikan membayarkan total 539.800 riyal (sekitar Rp 2 miliar) sebagai gaji lima asisten rumah tangga asal Indonesia yang bekerja di Arab Saudi.

Menurut siaran pers konsulat, Rabu (19/9), terakhir KJRI Jeddah berhasil memaksa dua majikan membayar gaji asisten rumah tangga (ART) berinisial SSA dan SSWD saat menyelenggarakan pelayanan terpadu pada 14 September di Kota Abha. Tim Pelayanan Terpadu KJRI mengungkap kasus pekerja rumah tangga asal Banyuwangi berinisial SSA yang selama 15 tahun tidak menerima gaji dari majikannya. Nilai gaji SSA yang belum dibayarkan total 130 ribu riyal (sekitar Rp 487 juta).

"Awalnya ART ini mengaku gajinya sudah dibayar. Tapi kami sudah dibekali trik bagaimana cara bertanya pada seseorang. Kami bisa melihat ada hal yang disembunyikan," kata Konsul Tenaga Kerja KJRI Jeddah Muchammad Yusuf.

Ia menjelaskan tim kemudian terus berupaya mengorek fakta yang disembunyikan SSA sehingga perempuan kelahiran 1971 itu akhirnya mengungkapkan dia belum pernah menerima bayaran dan belum pernah pulang ke Tanah Air selama 15 tahun bekerja. Petugas kemudian sementara mengamankan SSA di kamar petugas KJRI dan melarang dia kembali ke rumah majikan serta menarik paspornya.

Majikan yang tidak terima pembantunya ditahan petugas KJRI lantas melaporkan Tim Pelayanan Terpadu ke pihak berwenang setempat dengan tuduhan telah menyekap pembantunya. Aparat Kepolisian Abha disusul Kepala Intelijen Abha Kolonel Iwadh Al Asiri kemudian mendatangi lokasi pelayanan.

Tim pelayanan menjelaskan rombongan KJRI merupakan para diplomat dan staf kantor diplomatik yang tengah bertugas memberikan pelayanan keimigrasian, kekonsuleran dan ketenagakerjaan kepada warganya yang berdomisili di kota tersebut. Kepada majikan SSA, petugas KJRI menjelaskan mereka datang dengan izin Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, dan mendapatkan perlindungan dari pemerintah setempat.

Tim akhirnya melapor balik kepada kepala intelijen bahwa sang pelapor (majikan SSA) tidak membayar gaji pembantunya selama 15 tahun dan tidak pernah memulangkannya ke Indonesia. Kepala intelijen tersebut balik memarahi sang majikan dan menekan dia supaya membayar upah pekerjanya.

"Si polisi tersebut bilang ke majikannya, 'ini salah kamu. Saya tidak bisa tangkap. Dia seorang diplomat. Dan pelayanan ini ada izin resmi. Ini adalah benar, yang salah kamu'," kata Yusuf menuturkan ketegangan antara tim konsulat dan sang majikan.

Saat ditanya petugas mengapa tidak membayar gaji pekerjanya, sang majikan berkilah pembantunya itu tidak pernah meminta upahnya. "Ini jawaban klasik dari pihak majikan selama saya menangani kasus gaji tidak dibayar. Buktinya setelah saya klarifikasi ke yang bersangkutan, dia bilang begitu karena ditekan majikan. Untungnya, ketika ditanya polisi mau disimpan di mana uang sebanyak itu, yang bersangkutan bilang di KJRI," ujar Yusuf.

Meski negosiasi sempat berjalan alot, majikan akhirnya menyerahkan gaji dengan nilai total 130.000 riyal yang menjadi hak SSA disaksikan oleh Kepala Intelijen Abha dan Tim dari KJRI Jeddah.

Kasus serupa juga dialami pekerja berinisial SSWD yang bekerja di kota Abha. Perempuan asal Grobogan, Jawa Tengah, itu mengaku tidak digaji selama tujuh tahun. Menurut perhitungan petugas KJRI, nilai gajinya yang belum dibayar 79.200 riyal atau setara Rp 297 juta.

Kasus itu bisa diselesaikan dengan cepat karena majikan SSWD kooperatif. Ia langsung membayar upah perempuan kelahiran 1977 tersebut pada saat pelaksanaan Pelayanan Terpadu.

"Dia mungkin berkaca kepada kasus ketegangan Tim Yandu dengan majikan SSA," ujar Ainur Rifqie, Pelaksana Fungsi Konsuler-3.

Ia menyesalkan sikap pekerja Indonesia yang kadang, karena telah tinggal lama dengan majikan dan merasa betah dan nyaman, tidak menuntut haknya untuk mendapat gaji dan lebih memihak kepada majikan ketimbang petugas KJRI. Keberhasilan KJRI Jeddah menyelamatkan gaji SSA dan SSWD tidak lepas dari peran Kepala Badan Amar Ma'ruf Nahi Munkar Abha, Syeikh Sulthon Abu Faisol yang membantu negosiasi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement