Jumat 06 Sep 2019 04:03 WIB

PSHK Sesalkan Sahnya RUU Revisi UU KPK

PSHK desak Presiden untuk tidak mengirimkan Surat Presiden terkait revisi ke DPR.

Rep: Dian Fath R/ Red: Indira Rezkisari
Gedung KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jaringan dan Advokasi

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi, menyesalkan DPR yang menunjukkan ketidakpatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Termasuk juga ketentuan internal kelembagaannya sendiri, yaitu tata tertib DPR.

Baca Juga

Pernyataannya tersebut menanggapi DPR yang resmi mengesahkan RUU Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi RUU usulan inisiatif DPR untuk segera dibahas bersama dengan Pemerintah. "Oleh karenanya, PSHK mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR," tegas Fajri dalam pesan singkatnya, Kamis (5/9).

Dengan sikap Presiden tak mengirimkan Surpres maka proses pembahasan tidak dapat dilaksanakan. Ia meminta Presiden Joko Widodo harus fokus pada RUU yang sudah masuk sebagai prioritas dalam Prolegnas 2019 yang sudah disepakati bersama DPR sebelumnya.

Lebih lanjut Fajri mengatakan, pengesahan yang dilakukan DPR melanggar hukum. Karena tidak termasuk dalam RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2019, yang sudah disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah.

Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas.

Ketentuan tersebut sudah diatur lebih teknis dalam Tata Tertib DPR. Pasal 65 huruf d Tata Tertib DPR RI menyatakan bahwa, “Badan Legislasi bertugas: d. menyiapkan dan menyusun RUU usul Badan Legislasi dan/atau anggota Badan Legislasi berdasarkan program prioritas yang sudah ditetapkan”.

Selain itu, pada Pasal 65 huruf f Tata Tertib DPR disebutkan bahwa Badan Legislasi bertugas: f. memberikan pertimbangan terhadap RUU yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas RUU atau di luar RUU yang terdaftar dalam program legislasi nasional untuk dimasukkan dalam program legislasi nasional perubahan.

Dari ketentuan itu dapat dilihat bahwa seharusnya yang dilakukan oleh Baleg DPR adalah untuk mengusulkan menjadi RUU prioritas dalam Prolegnas perubahan, tidak langsung menjadi usul inisiatif.

Ketua KPK Agus Rahardjo pun meminta agar Presiden Joko Widodo ada baiknya mendengarkan pendapat para ahli, akademisi dari perguruan tinggi maupun banyak pihak sebelum mengirimkan Surpres ke DPR. Oleh karenanya, KPK pun akan berkirim surat kepada Presiden pada Jumat (6/9).

"Saya pikir kalau itu dilakukan akan lebih arif dan bijaksana sebelum presiden mengirim surat itu tadi," tegas Agus.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement