REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan, kerja sama antara pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terjalin dengan baik. Firli juga mengatakan, hingga saat ini dewas belum pernah menolak penyadapan yang dilakukan oleh KPK.
"Sampai hari ini tidak ada konflik antara dewan pengawas dan pimpinan KPK karena tujuannya sama. Dewas tidak ada menghambat UU KPK. Mekanismenya sudah dibangun," kata Firli, Rabu (11/3).
Firli melanjutkan, tugas pokok dewas diatur dalam Pasal 37 b ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2019. Ia juga mengungkapkan, dewas tidak pernah menghambat kerja penyidik KPK. "Dewas memberikan izin atau menolak penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Sampai hari ini belum ada yang ditolak," ujarnya.
Berdasarkan Pasal 37 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK, setidaknya dewan pengawas punya enam tugas. Pertama, mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Kedua, menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK. Ketiga, menerima laporan kalau ada dugaan pimpinan atau pegawai yang melanggar kode etik. Keempat, melakukan persidangan terhadap orang yang melakukan dugaan adanya pelanggaran UU ataupun pelanggaran kode etik.
Tugas kelima dewas adalah memberikan persetujuan atau tidak atas penyadapan dan penggeledahan dan penyitaan. Keenam, mengevaluasi kinerja KPK selama satu tahun dan melaporkannya ke presiden, DPR, dan BPK, yang sudah diatur dalam UU.
"Mekanismenya sudah kita bangun. Kalau penyadapan maka akan kita gelar perkara lengkap alasan dan kasusnya. Geledah dan penyitaan juga. Penyadapan sudah lebih dari 116 yang berjalan. Tidak ada masalah dewas dan pimpinan karena semangatnya sama," katanya.
Menurut Frili, sejak ia dilantik, sudah ada lebih dari 116 surat perintah penyadapan, lebih dari 80 surat perintah penggeledahan, serta lebih dari 80 surat perintah penyitaan. "Surat perintah penyelidikan sudah lebih dari 60. Surat perintah penyidikan di atas 24. Tidak ada hambatan tugas pokok KPK," ucapnya.