REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Ekonomi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Setia Mulyawan mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai adanya "penumpang gelap" berkenaan dengan Omnibus Law. Menurutnya mengatakan, akan ada banyak pihak berkepentingan yang berpotensi menunggangi pembahasan RUU tersebut.
"Penumpang gelap itu sebenarnya bukan siapa saja, bukan siapa-siapa, tetapi bisa siapa saja," katanya di Jakarta, Selasa (17/3).
Setia mengatakan bahwa bukan tidak mungkin ada banyak kepentingan yang harus diselamatkan. Sebabnya, dia meminta pemerintah untuk tidak tergesa-gesa dalam pembahasan RUU itu meski keperluan aturan tersebut sangat mendesak.
Saat ini, draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) sudah diserahkan pemerintah kepada DPR. Dia meminta agar pembahasan tersebut juga mengeksplorasi pendapat masyarakat mengingat banyak kepentingan mereka yang harus diakomodir.
Ia meminta pembahasan Ominibus Law dibuka ke publik secara transparan. Dia mengatakan, hal itu perlu dilakukan sehingga tidak mudah ditunggangi oleh kepentingan segelintir pihak saja.
"Ini membuat gejolak di masyarakat akibat ketidakpahaman atau substansi undang-undang tersebut dianggap mengancam kepentingan sana-sini," katanya.
Lebih lanjut, dia menilai bahwa Omnibus Law berpotensi mengatasi masalah pengangguran. Dia berharap RUU itu dapat mendorong penambahan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan mencegah perpindahan lapangan kerja ke negara lain.
Setia mengatakan, aturan itu juga dapat membuat para pekerja mendapatkan upah yang sesuai dari standar hidup layak. Lanjutnya, regulasi itu juga memberikan jaminan keberlangsungan kerja, ketenangan, kenyamanan bekerja dan penghargaan atas masa kerja. "Tentu masih ada kepentingan lain, tetapi jika ini tercukupi, iklim usaha secara umum akan kondusif," ucapnya.