REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pariwisata menjadi sektor yang paling terpukul pandemi Covid-19 saat ini. Jumlah kunjungan wisatawan, baik domestik atau internasional, anjlok drastis dan membuat pemasukan ikut terjun bebas. Para pekerja di sektor ini pun tak bisa lari dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
Demi mengurangi risiko PHK, pemerintah menawarkan sejumlah insentif bagi pengusaha dan pemilik modal yang bergerak di sektor pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama menyebutkan, pihaknya telah mengajukan usulan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meluluskan sejumlah keringanan keuangan bagi pemilik usaha pariwisata.
"Lebih baik kita bantu perusahaan agar tidak mem-PHK dan tetap bayar THR. Itu lebih penting dan pas. Kami juga coba approach dengan cara beda, selain lewat kartu prakerja dan bansos mensos tadi kami manfaatkan," jelas Wishnutama.
Kemenparekraf mencatat, sejumlah dukungan fiskal dan nonfiskal yang dibutuhkan pengusaha pariwisata antara lain penundaan pelunasan PPh 21, pengurangan biaya listrik, keringanan biaya sewa properti seperti aset BUMN bidang pariwisata, hingga dorongan untuk membebaskan pajak hotel, restoran, pajak hiburan, serta pajak reklame. Pengusaha pariwisata juga meminta keringanan retribusi sampak sejak Maret 2020 sampai tiga bulan setelah masa tanggap darurat dicabut nanti.
"Kami mengusulkan, dan Presiden meminta kami dan kementerian terkait mengkaji berbagai macam kebijakan untuk membantu perusahaan atau usaha yang dengan syarat-syarat, misalnya membayar gaji saat dirumahkan, atau membayar gaji pegawai yang bekerja, tidak lakukan PHK, tetap memberikan THR," jelas Wishnutama.
Bagi perusahaan sektor pariwasata yang bisa memenuhi permintaan pemerintah untuk tetap memberikan hak-hak karyawannya, akan ada insentif tambahan. Seluruh insentif ini juga melibatkan BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Kemenkeu, Pemda, hingga OJK dan perbankan. Salah satu contoh keringanan yang masih digodok adalah pembebasan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan selama enam bulan tanpa mengurangi manfaat pekerja.
"Sehingga ada napas untuk perusahaan-perusahaam menggaji karyawan atau memberikan THR. Ini juga akan kita lakukan exercise terhadap hal ini agar bisa dilaksanakan," jelas Wishnutama.