REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ir Wiratno mengatakan pandemi Covid-19 terjadi akibat ketidakseimbangan ekosistem hubungan biotik dan abiotik. Pandemi Covid-19 ditetapkan World Health Organization (WHO) atau badan kesehatan dunia pada 11 Maret 2020.
"Covid-19 sebagai sebuah pembelajaran yang sangat mahal karena bisa terjadi pandemi," kata dia terkait peringatan Hari Bumi melalui konferensi video di Jakarta, Rabu (22/4).
Pandemi Covid-19 juga bisa terjadi akibat terputusnya siklus makanan. Kondisi itu mengakibatkan meledaknya suatu komponen hidup tanpa pemangsa dalam kurun waktu yang sama.
"Atau hal itu juga dapat terjadi dikarenakan mutasi virus corona yang berasosiasi dengan beberapa jenis satwa liar. Melihat kondisi latar belakang itu, KLHK mengajak semua pihak mempelajari agar hal serupa tidak kembali terulang," katanya.
Menurut Wiratno, mengelola konservasi dengan memasukkan sisi kesehatan merupakan sebagai bagian dari aspek perlindungan dan pengawetan pemanfaatan berkelanjutan untuk manusia itu sendiri. Sebagai contoh kelelawar yang dikenal reservoir dari banyak virus.
Tindakan menghancurkan tempat tinggal hewan itu hanya berakibat pada menyebarnya penyakit sebab memberikan peluang lonjakan virus ke spesies lain. "Pada akhirnya dapat pula menjadi penyakit baru dan bersifat zoonosis dan menular pada manusia," ujar dia.
Hal itu diperkuat dengan penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan MERS yang telah menjadi contoh nyata dari kondisi tersebut. Kemudian diperkuat dengan beberapa penelitian mengindikasikan virus SARS-CoV 2 yang menjadi penyebab Covid-19 berkaitan dengan kelalawar.
Karena itu, langkah yang bisa dilakukan yaitu meminimalkan kontak dengan kelalawar, tidak membasmi, memburu, menjual atau memakan dagingnya. Terakhir Wiratno mengimbau masyarakat agar memaknai Hari Bumi untuk terus memperbaiki relasi manusia dan alam sebagai tempat hidup dan sumber kehidupan.