Senin 18 May 2020 19:20 WIB

Jangan Sampai Media Kolaps di Tengah Pandemi

Media massa merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya ketimbang media lain.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Media massa(ilustrasi)
Foto: [ist]
Media massa(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Media Massa Kemenko Polhukam, Beben Nurfadilah, menyampaikan, jangan sampai pandemi Covid-19 menggoyahkan media massa. Semua pihak harus peduli dengan situasi media massa saat ini karena melalui media massa informasi yang tersebar di publik dapat dipertanggungjawabkan.

"Media jangan sampailah ini (kolaps) terjadi karena kan peran media dalam mengatasi Covid-19 ini sangat diperlukan. Informasi bagi masyarakat," ujar Beben melalui sambungan telepon, Senin (18/5).

Baca Juga

Menurut dia, media massa merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya ketimbang media-media lainnya, terutama media sosial. Di media sosial, kata dia, teramat banyak informasi yang beredar dan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

Karena itu, pemerintah perlu turut membantu industri media massa di tengah situasi seperti saat ini. "Jadi saya tampung dulu (hasil rapat dengan para pemimpin redaksi), saya laporkan ke Pak Menko, laporkan tadi ada temen-temen media, ini harus ada tindak lanjutnya. Jangan sampai corong informasi penyebaran Covid-19 ini pada kolaps," tuturnya.

Di samping itu, Dewan Pers bersama asosiasi perusahaan media mendorong agar negara memberikan insentif ekonomi untuk menopang daya hidup pers yang terdampak pandemik Covid-19. Ketua Komisi Hubungan Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Agus Sudibyo di Jakarta, Kamis (14/5) mengatakan ada tujuh poin insentif ekonomi yang dibutuhkan oleh pers saat ini.

"Kita akan mencoba mendorong dan sesegera mungkin akan melakukan audiensi dengan kementerian dan lembaga terkait," kata dia.

Menurut Agus yang pertama, yakni mendorong negara untuk tetap mengalokasikan dana sosialisasi kebijakan, program, atau kampanye penanggulangan Covid-19, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk perusahaan pers. Kemudian, mendorong negara untuk memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20 persen dari harga per kilogram komoditas tersebut.

Yang ketiga, Dewan Pers dan asosiasi mendorong negara memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan pers sebesar 30 persen dari tagihan per bulan pada periode Mei-Desember 2020. Selanjutnya, negara perlu memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui Bank BUMN untuk perusahaan pers.

Insentif kelima, yakni negara perlu menangguhkan kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS ketenagakerjaan selama masa pandemik Covid-19, tanpa mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh karyawan. Kemudian, pemerintah juga didorong untuk menanggung kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Kesehatan selama masa pandemik Covid-19.

Poin ke tujuh, yaitu mendorong negara memaksimalkan pemungutan pajak pendapatan dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia. Seperti antara lain Google, Facebook, YouTube, Twitter, Instagram, Microsoft, dan lainnya.

Komponen atau hasil pemungutan pajak pendapatan tersebut penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan setara, serta layak dialokasikan untuk mengembangkan dan menyelamatkan institusi jurnalisme di negeri ini. "Selain dalam bentuk kampanye, kita juga akan melakukan kegiatan lobi untuk memperjuangkan aspirasi ini," ujarnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement