REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Perdana Menteri Tunisia, Elyes Fakhfakh mengundurkan diri dari jabatannya, Rabu (15/7) waktu, setempat setelah negara jatuh dalam krisis politik. Pengunduran diri juga terjadi setelah adanya perselisihan dengan partai Ennahdha yang telah menarik dukungannya untuk memerintah.
"Fakhfakh menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Presiden Tunisia Kais Saied pada Rabu, setelah kurang dari lima bulan menjabat untuk membuka jalan keluar dari krisis dan mencegah kesulitan lebih lanjut bagi negara", kata pernyataan pemerintah yang dilansir laman Aljazirah, Kamis (16/7).
Sebelumnya, gerakan Ennahdha yang menduduki puncak pemilihan parlemen Oktober menghadirkan mosi tidak percaya pada Fakhfakh karena dugaan konflik kepentingan. Pada 20 Januari 2020, Fakhfakh, yang pada waktu itu menjabat sebagai menteri keuangan dan pariwisata, ditugaskan oleh presiden Saied dengan membentuk pemerintahan. Parlemen menyetujui pemerintahannya pada 27 Februari.
Dengan mundurnya Fakhfakh, Presiden Saied kini harus memilih pengganti untuk memulai konsultasi dalam membentuk pemerintahan baru. Namun, parlemen masih bersaing antarpartai dan kegagalan koalisi bisa memicu dilakukan pemilu.
Menurut analis politik di Tunisia, Chokri Bahria, Ennahdha terpaksa menerima pemerintah koalisi untuk menghindari pemilihan baru. "Tetapi partai itu menemukan dirinya dalam pemerintahan yang dengannya mereka menghadapi kesulitan dan di mana partai itu memiliki pengaruh yang kecil," ujarnya.
Ennahdha awalnya mencalonkan seorang independen untuk perdana menteri. Namun, gagal memenangkan dukungan Parlemen sehingga membuat presiden menunjuk mantan menteri keuangan Fakhfakh untuk jabatan itu.
Bulan lalu, seorang anggota independen Parlemen menerbitkan dokumen-dokumen yang menunjukkan perdana menteri memiliki saham di perusahaan-perusahaan yang telah memenangkan transaksi senilai 44 juta dinar (15 juta dolar AS) dari negara. Seorang hakim telah membuka penyelidikan, dan menteri anti-korupsi telah menugaskan pengawas publik untuk menyelidiki masalah ini dan melaporkan kembali.
Namun demkian, Fakhfakh menyangkal dia melakukan sesuatu yang tidak pantas atau korup. Namun, dia berjanji untuk mundur jika simpatisan menemukan kesalahan.
Tunisia telah dipuji sebagai kisah sukses yang langka untuk transisi demokrasi setelah pemberontakan regional Musim Semi Arab yang dipicu oleh revolusi 2011-nya. Namun demikian, para pemimpinnya telah berjuang untuk memenuhi harapan rakyat Tunisia dan ekonomi yang sudah rapuh telah terpukul oleh penutupan perbatasan negara karena pandemi Covid-19 yang baru muncul awal tahun ini. Penyakit yang bermuara dari China itu telah merenggut sekitar 50 nyawa dan menginfeksi lebih dari 1.300 orang di Tunisia.