REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengumumkan posisi utang luar negeri (RI) Indonesia baik sektor swasta maupun pemerintah.
Per akhir Mei 2020, BI menyatakan utang sektor swasta termasuk BUMN mencapai 209,9 miliar dolar AS atau setara Rp 3.106 triliun dengan kurs rupiah 14.800 per dolar AS.
Utang luar negeri pemerintah dan bank sentral, menurut BI, sebesar 194,9 miliar dolar AS atau Rp 2.884 triliun. Dengan demikian, ada selisih Rp 222 triliun di mana utang swasta lebih tinggi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan dalam penjelasan persnya akhir pekan ini, ULN swasta meningkat karena didorong ULN perusahaan bukan lembaga keuangan.
Onny menjelaskan ULN swasta pada akhir Mei 2020 tumbuh sebesar 6,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,4% (yoy).
ULN perusahaan bukan lembaga keuangan meningkat sebesar 8,9% (yoy), di tengah kontraksi ULN lembaga keuangan sebesar 0,8% (yoy).
Beberapa sektor dengan pangsa ULN terbesar, yakni mencapai 77,3% dari total ULN swasta, adalah sektor jasa keuangan & asuransi, sektor pertambangan & penggalian, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas & udara dingin (LGA), dan sektor industri pengolahan.
ULN Pemerintah meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Posisi ULN Pemerintah pada akhir Mei 2020 tercatat sebesar 192,1 miliar dolar AS atau tumbuh 3,1% (yoy).
Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh arus modal masuk pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) seiring dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan tingginya daya tarik aset keuangan domestik, serta terjaganya kepercayaan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Onny menjelaskan sentimen positif ini membawa pengaruh pada turunnya tingkat imbal hasil SBN sehingga biaya utang Pemerintah dapat ditekan.
Pengelolaan ULN Pemerintah dilakukan secara hati-hati dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas yang saat ini dititikberatkan pada upaya penanganan wabah COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Menurut Onny, sektor prioritas tersebut mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,4% dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,4%), sektor jasa pendidikan (16,3%), sektor jasa keuangan dan asuransi (12,6%), serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,6%).
BACA JUGA: Utang Nyaris Tembus Rp 6.000 Triliun, Ini Kata Rizal Ramli