REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyampaikan alternatif penyelenggaraan Pilkada 2020. Pangi menolak tegas diadakannya Pilkada serentak tahun ini.
Pangi heran karena pemerintah tak kunjung menunda Pilkada di tengah ancaman pandemi Covid-19. Ia merasa tak setuju jika alasan Pilkada dipaksakan hanya karena kalkulasi pertumbuhan ekonomi.
"Bisa meningkat daya beli, terjadi sirkulasi jumlah uang ke tengah masyarakat, belanja pembuatan spanduk, baliho, alat peraga, dan lain-lain, belanja pilkada meningkat, uang menyebar, menurut saya ini jelas alasan yang kurang tepat. Apakah Pilkada dan pemulihan ekonomi harus mempertaruhkan keselamatan jiwa rakyat," kata Pangi dalam keterangan pers yang diterima Republika, Sabtu (3/10).
Pangi juga memantau ada sebagian elite khawatir kalau pilkada ditunda, maka kepala daerah sekarang, rata-rata selesai masa jabatannya bulan Februari 2021. Sehingga akan ada sekitar 240 kepala daerah plt.
"Apa betul plt kepala daerah di masa krisis kurang tepat? Dalam hal ini dianggap menguntungkan Kemendagri yang menunjuk plt kepala daerah, di masa krisis, dan plt tak bisa mengambil keputusan/kebijakan strategis," ujar Pangi.
Pangi memaparkan solusi atas masalah kekosongan kepemimpinan di daerah jika Pilkada 2020 ditunda. Yaitu plt sementara dipilih DPRD, bisa juga plt Gubernur ditunjuk Presiden sebagai perpanjangan pemerintah daerah, kemudian bisa saja sementara plt bupati/walikota ditunjuk Gubernur.
"Masih banyak pola-pola lainnya, asal punya itikad baik, selalu ada jalan dan kemudahan. Namun jangan sampai menjadikan rakyat sebagai tumbal demokrasi, demi menyelamatkan demokrasi, demi elektoral," ucap Pangi.