REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menilai penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sungguh sangat beralasan. Menurut Novel pengesahan Omnibus Law hanya akan menimbulkan banyak kerugian.
"Sekian banyak alasan yang disampaikan pemerintah soal perlunya UU Omnibus Law, sekalipun pakar dan banyak yang katakan akan rugikan masyarakat. Bila kemudian hari ternyata salah, lalu bagaimana?," kata Novel dalam keterangannya, Selasa (6/10).
Novel menilai, langkah terburu-buru dalam mengesahkan UU sama persis seperti setahun yang lalu saat revisi UU KPK. Saat itu, banyak akademisi dan masyarakat yang menentang revisi UU KPK, namun tidak juga diindahkan.
"Terhadap UU KPK juga sama, dan setelah disahkan akibatnya buruk bagi KPK, dibiarkan saja," ucap Novel.
"Seringkali dikatakan bila tidak sesuai JR ke MK. Lupa ya bila mensejahterakan masyarakat berantas korupsi dan sebagainya itu kewajiban pemerintah?," katanya menambahkan.
Novel mengaku heran dengan sikap Pemerintah dan DPR yang tidak mendengar aspirasi rakyat. Dia pun lantas mempertanyakan keberpihakan Pemerintah tersebut.
"Aneh, pemerintah justru berhadapan dengan masyarakat yang seharusnya dilayani atas haknya. Memang pemerintah berpihak dan bertindak untuk siapa?," tegas Novel.
Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10), menyetujui UU Ciptaker. Fraksi Partai Demokrat DPR RI memutuskan keluar (walk out) dari Rapat Paripurna DPR RI saat agenda pengesahan RUU Cipta Kerja.
"Kalau begitu, Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab (atas persetujuan RUU Ciptaker menjadi UU)," kata anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman dalam rapat paripurna di kompleks DPR RI.