Pihak penyelenggara Pawai Perempuan Pakistan sudah lama menjadi target ancaman dan kritik, bahkan saat ini tuduhan penistaan agama berpotensi menempatkan para aktivis hak-hak perempuan dalam bahaya baru.
Aktivis hak asasi manusia meyakini tuduhan ini telah menciptakan iklim ketakutan yang meluas, terutama bagi para pembela hak-hak perempuan. "Pakistan bukanlah negara demokratis, tetapi negara religius di mana ulama memiliki banyak pengaruh," kata Mehdi Hassan, mantan Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan kepada DW.
"Melontarkan tuduhan penistaan agama akan membahayakan kehidupan orang-orang di sini. Kami khawatir nyawa aktivis perempuan dalam bahaya karena ada begitu banyak ekstremis di jalanan yang dapat menargetkan mereka kapan saja."
"Sedikitnya tujuh orang tewas hanya karena tuduhan penistaan agama. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memberi mereka [para aktivis] perlindungan," tambahnya.
Siapa yang mengancam aktivis di Pakistan?
Setidaknya dua pengadilan lokal - satu di kota barat laut Peshawar dan satu lagi di kota pelabuhan selatan Karachi - telah meminta kepolisian untuk mendaftarkan kasus-kasus terhadap penyelenggara pawai perempuan dengan tuduhan penistaan agama dan pelanggaran lainnya.
Sebuah petisi yang berupaya mencegah pertemuan tahunan mereka juga telah diajukan ke Pengadilan Tinggi Islamabad.
Aktivis yang berbasis di Lahore, Shazia Khan mengatakan beberapa teman dan kerabat telah mendesak mereka untuk sementara tidak beraktivitas setelah muncul tuduhan tersebut.
"Pembenci dan tokoh media misoginis telah 'memuntahkan racun' terhadap kami, membahayakan kehidupan perempuan di negara, di mana orang dibunuh hanya karena tuduhan palsu penistaan," kata Khan.
Khan sulit untuk mengatakan siapa dalang di balik ancaman dan litigasi ini. "Namun, individu dan organisasi yang mengeluarkan ancaman atau mendaftarkan kasus ini diyakini bekerja untuk badan intelijen di masa lalu atau mendapatkan dukungan mereka."
"Semua video dan poster telah dipalsukan. Tidak ada kebenaran atas tuduhan ini," kata aktivis terkemuka Farzana Bari kepada DW.
Penyelenggara pawai juga sudah menulis surat terbuka kepada Perdana Menteri Imran Khan untuk memberi perhatian atas ancaman yang diterima para aktivis.
Mengapa Women's March menjadi target?
Beberapa pembawa acara televisi sayap kanan dan tokoh media lain juga menentang para pemimpin pawai dan menuduh mereka menyebarkan budaya Barat.
"Slogan penistaan digunakan selama Pawai Perempuan," kata Ibrar Hussain, yang mengajukan kasus terhadap para aktivis ke pengadilan lokal di Peshawar.
"Saya pergi ke kantor polisi untuk mendaftarkan kasus, tapi permohonan saya ditolak, jadi saya mendatangi pengadilan dan sekarang pengadilan telah memerintahkan polisi untuk mendaftarkan kasus penistaan agama," kata Hussain.
Sementara itu, Hafiz Ihtisham yang terkait dengan "Masjid Merah" Islamabad, mengatakan kepada DW bahwa "penistaan" dilakukan terhadap "orang-orang suci."
"Tokoh agama juga dihina," katanya. "Saya mendatangi pengadilan, meminta mereka mengambil tindakan terhadap penyelenggara pawai dan melarang permanen acara tersebut. Saya juga telah meminta pengadilan untuk menyelidiki sumber pendanaan dari LSM yang mengadakan acara tersebut," tambahnya.
Meski peringatan Hari Perempuan dirayakan di Pakistan pada 8 Maret setiap tahun, kegiatan itu memiliki makna yang lebih besar sejak Women's March diluncurkan pada 2018 oleh Front Demokratik Perempuan dan Partai Buruh Awami sayap kiri.
Peristiwa tersebut memicu perdebatan tentang hak-hak perempuan di Pakistan, di mana ribuan kasus pembunuhan demi kehormatan, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan pelecehan terhadap perempuan dilaporkan setiap tahun.
Perempuan juga mengalami diskriminasi di tempat kerja, institusi politik, dan acara sosial. Secara khusus, slogan pawai "tubuh saya, kendali saya" memicu kemarahan elemen konservatif masyarakat.
Taliban keluarkan ancaman
Tahun ini, kelompok teroris Tehreek Taliban Pakistan secara terbuka mengancam penyelenggara melalui media sosial Twitter. Cuitan itu berbunyi, "Perbaiki jalanmu. Masih banyak pemuda muslim di sini yang tahu bagaimana melindungi Islam dan batasan yang ditetapkan oleh Allah."
Yasmin Lehri, seorang politisi perempuan dan pemimpin Partai Nasional, percaya bahwa perempuan juga bisa dirugikan saat menghadiri persidangan. Lehri mengatakan pemerintah harus memberikan perlindungan penuh kepada aktivis hak perempuan dan melihat tuduhan sebelum mendaftarkan kasus.
"Ini benar-benar sangat mengganggu … Semua metode digunakan untuk menyelidiki tuduhan ini," kata Lehri. "Dan jika video dan poster itu ternyata palsu, maka mereka yang melontarkan tuduhan itu harus dibawa ke pengadilan."
(ha/ap)