REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kelompok masyarakat sipil pengawas tahanan politik di Myanmar menyampaikan warga yang tewas dalam demonstrasi menentang kudeta militer sudah mencapai 706 orang sejak 1 Februari lalu.
Dalam laporannya Ahad malam (11/4), Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) menyampaikan tambahan 5 orang tewas menyusul kekerasan yang terjadi di Myanmar. AAPP juga melaporkan hingga 11 April, total 3.059 orang telah ditahan.
Dari jumlah itu, dari 64 dijatuhi hukuman dan 657 lainnya telah dikeluarkan surat perintah penangkapan. Selain itu, AAPP menyampaikan konflik junta melawan kelompok etnis Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) dan Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA) terus berlanjut.
“Sejak tadi malam hingga sore ini, pertempuran antara Tentara Kemerdekaan Kachin dan junta semakin intensif di Kota Momauk, banyak warga yang terpaksa mengungsi,” terang AAPP.
AAPP juga melaporkan seorang anggota parlemen partai berkuasa Liga Nasional Demokrasi (NLD) dari Kota Pantanaw, Wilayah Ayeyarwady ditangkap oleh militer. “Kelompok militer menggunakan siksaan sebagai senjatanya dalam penahanan, ini adalah masalah serius yang mengkhawatirkan,” ungkap AAPP.
Myanmar diguncang kudeta militer pada 1 Februari dengan menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. Militer berdalih pemilu yang mengantarkan Suu Kyi terpilih dengan suara terbanyak penuh kecurangan.
Menanggapi kudeta tersebut, kelompok sipil di seluruh negeri meluncurkan kampanye pembangkangan dengan demonstrasi massa dan aksi duduk di jalan.