Selasa 22 Jun 2021 21:23 WIB

Dubes Israel Tutupi Fakta Historis Penjajahan atas Palestina

MUI menegaskan isu utama di Palestina adalah penjajahan dan imperialisme Israel

Red: Nur Aini
Berbagai elemen di Indonesia menolak langkah-langkah Israel untuk menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Indonesia.

Menurut Sudarnoto, pernyataan Dubes Sagi Karni itu adalah bentuk pengalihan narasi yang sangat menyesatkan. Selain itu, menutup fakta historis soal aneksasi, penggusuran, dan genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina.

“Isu utamanya adalah penjajahan dan imperialisme Israel. Bukan konflik Hamas dengan Israel,” ungkap Sudarnoto yang juga Guru Besar Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Selain itu, MUI juga menyoroti terpilihnya Perdana Menteri Israel Naftali Bennett yang dikenal brutal.

Sudarnoto mengatakan MUI akan tetap istiqamah dan situasi ini justru akan memperkuat sikap teguh membela Palestina.

Muhendri Muchtar, Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA), mengatakan tidak ada kesalahpahaman dari sikap bangsa Indonesia mendukung Palestina.

Menurut dia, Dubes Sagi Karni mencoba melakukan pemutarbalikkan fakta terhadap situasi di Palestina.

Hal ini menurut dia adalah bentuk penipuan Israel atas penjajahan Palestina.

“Dari segi kemanusiaan, manusia mana pun pasti tidak setuju dengan penjajahan,” ucap dia kepada Anadolu Agency.

Muhendri juga menolak pandangan Israel yang menganggap bahwa negara zionis itu hanya memerangi Hamas, bukan bangsa Palestina.

Kalaupun memang yang terjadi di Palestina adalah perang Israel melawan Hamas, lanjut Muhendri, mengapa yang melakukan pembalasan adalah faksi-faksi perlawanan lainnya, termasuk Fatah.

“Ini menjadi pembantah. Bahwa yang diperangi Israel adalah rakyat Palestina,” kata Muhendri.

Israel mencari legitimasi

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Agung Nurwijoyo mengatakan pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel tidak menjadi prioritas bagi kebijakan luar negeri Indonesia saat ini.

“Kita belajar juga, sebenarnya dari normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab yang terjadi selama ini, tidak menjadi jaminan terciptanya perdamaian,” kata Agung kepada Anadolu Agency.

Agung pun mengatakan, Israel berusaha menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia karena bobot legitimasi dari negara-negara mayoritas Muslim sangat besar jika mengakui kedaulatan Israel.

Di samping itu, Agung melihat pembukaan hubungan diplomatik menjadi pintu masuk bagi kerja sama formal Indonesia dan Israel secara lebih luas, termasuk perdagangan, investasi, pertahanan dan sebagainya.

Agung mengusulkan agar Indonesia fokus mendorong langkah-langkah untuk menghadirkan kehadiran pihak-pihak internasional, baik di kota Yerusalem, wilayah Tepi Barat ataupun Jalur Gaza sebagai langkah preventif eskalasi konflik yang kapan pun mungkin terjadi.

Selain itu, Indonesia perlu membuat langkah strategis membuat Peta Jalan Damai yang dimulai dari unifikasi Palestina khususnya faksi Hamas dan Fatah. Indonesia, terang Agung, juga harus tetap konsisten untuk terus melakukan langkah konkret bagi Palestina khususnya terhadap capacity building masyarakat Palestina yang selama ini juga terus dilakukan.

“Alangkah lebih baiknya, langkah konkret ini juga dibangun dengan kelompok civil society di Indonesia yang memang punya simpati besar terhadap isu ini,” ucap Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement