Juru bicara VHP Vinod Bansal mengklaim laporan kekerasan adalah "berita palsu" yang disebarkan oleh jihadis dan mengatakan itu hanya bentuk aksi demonstrasi damai. Faktanya, para saksi melihat lebih dari 3.000 orang, banyak yang membawa tongkat, batang besi, pedang dan kaleng minyak tanah atau bensin, berbaris melewati distrik di Tripura pekan lalu. Mereka menyerang rumah-rumah dan bisnis milik Muslim.
Tidak hanya itu, bendera saffron, simbol nasionalisme Hindu, ditanam di beberapa masjid. Sementara babi, yang diharamkan dalam Islam, ditempatkan di luar masjid lainnya. Anak benua ini memiliki sejarah panjang ketegangan dan kekerasan komunal, dari mulai pemisahan berdarah India dan Pakistan pada 1947 hingga perang 1971 yang berujung pada pembentukan Bangladesh.
Namun, analis regional mengatakan insiden terbaru merupakan indikasi meningkatnya gelombang intoleransi agama terhadap minoritas di Asia Selatan, terbukti di India, Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, dan Afghanistan. Di India, di bawah pemerintahan partai Bharatiya Janata (BJP), yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi, minoritas Muslim mendapati dirinya terpinggirkan, diserang oleh politikus dan menjadi sasaran undang-undang diskriminatif saat BJP mengejar agenda nasionalis Hindu.
Di Bangladesh yang berpenduduk mayoritas Muslim, meskipun pemerintah dari perdana menteri Sheikh Hasina diakui sekuler, mereka dituduh memainkan permainan tangan ganda dengan kelompok-kelompok Islam. Di satu sisi, pemerintah Bangladesh menindak garis keras Islam, dan khususnya partai-partai oposisi Islam. Namun, mereka juga menangani Islam politik dengan hati-hati, untuk meredakan kelompok-kelompok kuat.
Hindu membentuk sekitar sembilan persen dari populasi di Bangladesh. Kelompok hak asasi manusia menuduh pemerintah Hasina menciptakan "budaya impunitas" di sekitar serangan terhadap minoritas Hindu, atas kegagalan berulang untuk meminta pertanggungjawaban siapa pun atas insiden seperti ketika ratusan rumah dan kuil Hindu dibakar pada 2016.
"Wilayah ini telah menjadi seperti tong bubuk mesiu dalam hal peningkatan risiko ketidakstabilan sosial dan kekerasan komunal," kata Wakil Direktur Program Asia di lembaga riset Wilson Center, Michael Kugelman.