REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019. Total kerugian negara akibat kasus tersebut diduga hingga Rp 4,7 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Keagung, Leonard Simanjuntak mengatakan, kelima tersangka yakni, AS selaku Direktur Pelaksana IV/Komite Pembiayaan dan selaku Pemutus awal sampai akhir Group Walet serta selaku Direktur Pelaksana Tiga LPEI periode 2016 dan selaku Komite Pembiayaan (Pemutus) Group Johan Darsono.
Lalu, FS selaku Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2018; JAS selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Surakarta periode 2016; JD selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesia; dan S selaku Direktur PT. Jasa Mulia Indonesia, PT. Mulia Walet Indonesia dan PT. Borneo Walet Indonesia.
"Untuk mempercepat proses penyidikan, kelima tersangka dilakukan penahanan. Untuk AS, FS, dan JD ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung sedangkan JAS dan S ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Leonard dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/1/2022).
Kejagung menyelidiki kasus kredit macet di LPEI. Dalam penyelengaraannya LPEI diduga telah dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional telah memberikan pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan tidak sesuai dengan aturan kebijakan perkreditan LPEI.
Di mana telah memberikan pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) dan tidak sesuai dengan Aturan Kebijakan Perkreditan LPEI sehingga berdampak pada meningkatnya Kredit Macet/ Non- Performing Loan (NPL) pada tahun 2019.
Alhasil, mengakibatkan sebesar 23,39 persen dan berdasarkan Laporan Keuangan LPEI per 31 Desember 2019 LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun. Hal itu terjadi dampak dari pemberian Fasilitas Pembiayaan kepada 8 Group dari 27 perusahaan yang tidak sesuai aturan.
Kemudian berdasarkan laporan sistem informasi manajemen risiko pembiayaan dalam posisi kolektibilitas mendapatkan nilai 5 atau macet sejak 31 Desember 2019. Di antaranya Group Walet terdiri dari 3 perusahaan.
Pertama, CV Mulia Walet Indonesia, awal memperoleh pembiayaan sebesar Rp90 miliar dan kemudian di take over ke PT Mulya Walet Indonesia, sehingga jumlah pembiayaan sebesar Rp175 miliar. Kedua, PT Jasa Mulya Indonesia, memperoleh pembiayaan Rp276 miliar. Ketiga, PT Borneo Walet Indonesia, memperoleh pembiayaan Rp125 miliar.
"Bahwa untuk Group Walet, total fasilitas pembiayaan yang diberikan LPEI sebesar Rp576 miliar. Dari perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara," kata Leonard.
Atas dasar itulah, AS selaku Direktur Pelaksana IV/Komite Pembiayaan dan selaku Pemutus awal sampai dengan akhir Group Walet; lalu FS selaku Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2018; serta S selaku Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia, dijadikan tersangka.
Sementara untuk Group Johan Darsono yang terdiri dari 12 perusahaan tercatat secara rinci para perusahaan menerima biaya sebagai berikut:
1. Kemilau Kemas Timur menerima pembiayaan sebesar Rp200 miliar
2. CV Abhayagiri Timur menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar
3. CV Multi Mandala menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar
4. CV Prima Garuda menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar
5. CV Inti Makmur menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar
6. PT Permata Sinita Kemasindo, menerima pembiayaan sebesar Rp200 miliar
7. PT Summit Paper Indonesia, menerima pembiayaan sebesar Rp199,6 miliar
8. PT Ellite Paper Indonesia, menerima pembiayaan sebesar Rp200 miliar
9. PT Everbliss Packaging Indonesia, menerima pembiayaan sebesar Rp200 miliar
10. PT Mount Dreams Indonesia, menerima pembiayaan sebesar Rp645 miliar
11. PT Gunung Geliat, menerima pembiayaan sebesar US$ 30 Juta atau jika di rupiah dalam nilai kurs:Rp11.500 setara dengan Rp345 miliar
12. PT Kertas Basuki Rahmat, menerima pembiayaan sebesar US$ 45 Juta atau jika di rupiah dalam nilai kurs:Rp11.500 setara Rp460 miliar
"Bahwa untuk Group Johan Darsono, total Fasilitas Pembiayaan yang diberikan LPEI sebesar lebih kurang Rp2,1 triliun," ujar Leonard.
Oleh karena itu Kejagung menetapkan JAS selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Surakarta periode 2016; AS selaku Direktur Pelaksana Tiga LPEI periode 2016 dan selaku Komite Pembiayaan (Pemutus) Group Johan Darsono; dan JD selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesia sebagai tersangka.
"Terhadap perbuatan melawan hukum tersebut, dari perhitungan sementara Penyidik mengakibatkan kerugian keuangan negara. Akibat dari pemberian uang Group Walet dan Group Johan Darsono kurang lebih sebesar Rp 2,6 triliun dan saat ini masih dilakukan perhitungan kerugian keuangan Negara oleh BPK RI," ujarnya.
Kelima tersangka dikenakan pasal Primair Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Serta subsidair, Pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No 20 tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.