Rabu 20 Apr 2022 16:05 WIB

Setelah Dirjen Kemendag Jadi Tersangka, Korporasi Minyak Goreng Dibidik

Kejagung menyebut kemungkinan menjerat tidak hanya perorangan tapi juga korporasi.

Red: Andri Saubani
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indasari Wisnu Wardhana (kiri) mengenakan baju tahanan usai ditetapkan menjadi tersangka dugaan kasus ekspor minyak goreng di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (19/4/2022). Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dugaan permufakatan antara pemohon dengan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group, Stanley MA, General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan, Tumanggor.
Foto:

Desakan datang dari kalangan DPR agar Kejagung mengusut tuntas kasus dugaan praktik mafia minyak goreng. Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Hanteru Sitorus mendorong Kejagung menelusuri lebih jauh, termasuk jika ada perusahaan lain yang terlibat, selain PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas, dan Permata Hijau Group (PHG).

"Karena tidak mungkin minyak goreng langka hanya karena ketiga perusahaan tersebut, hampir pasti perusahaan besar yang lain juga melakukan penyimpangan yang sama," ujar Deddy lewat keterangan tertulisnya, Rabu (20/4/2022).

Dirinya juga meragukan bahwa persekongkolan tersebut hanya melibatkan Kemendag. Ia melihat, dugaan korupsi tersebut juga melibatkan institusi lain yang berkaitan dengan proses-proses tindak kejahatan tersebut.

"Secara pribadi dan sebagai anggota Komisi VI DPR RI, saya merasa sangat kecewa dan mengutuk keras kejahatan ini. Tindakan mereka sangat merusak kewibawaan pemerintah dan merugikan seluruh rakyat Indonesia," ujar Deddy.

Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, wajar jika publik menganggap bahwa kasus tersebut melibatkan lebih banyak pihak. Bukan hanya para operator, tetapi juga para pengambil keputusan di atas mereka.

"Tetapi hal itu tentu harus dibuktikan berdasarkan alat bukti yang memadai, baik bersifat dokumen, fakta maupun keterangan para tersangka dan hasil pengembangan perkara. Jadi mari kita tunggu dan awasi bagaimana proses hukum dari peristiwa ini," ujar Deddy.

Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengapresiasi langkah Kejagung yang mengungkap adanya dugaan korupsi penerbitan izin ekspor CPO dan turunannya. Ia mendukung lembaga yang dipimpin oleh Sanitiar Burhanuddin itu untuk membongkar kasus tersebut sampai tuntas.

"Kita mendorong Kejaksaan Agung agar mengungkap ini terang-benderang dan membongkar ini sampai ke akar-akarnya. Siapapun yang terlibat ya harus diproses secara hukum dan kami di Komisi VI mendukungnya," ujar Andre saat dihubungi, Rabu.

"Harapan kita dengan dibongkarnya ini minyak goreng curah dengan HET 14 ribu itu betul-betul bisa ditemukan oleh masyarakat di pasar dan di lapangan," sambungnya.

Komisi VI, jelas Andre, sejak awal sudah mengendus ada yang aneh dengan langka dan mahalnya minyak goreng dalam beberapa bulan terakhir. Ia heran, minyak goreng menjadi langka padahal produksi nasional Indonesia surplus hingga 11 miliar liter per tahun.

"Kebutuhan minyak goreng nasional setahu hanya 5,7 miliar liter, produksi kita 16 miliar liter, berarti kita surplus minyak goreng 10-11 miliar liter minyak goreng. Pertanyaannya kenapa minyak goreng enggak ditemukan? Ditambah kita produsen terbesar CPO dunia, 49 juta ton, kan lucu," ujar Andre.

Ia meminta agar pimpinan Komisi VI DPR memanggil Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terkait penetapan tersangka bawahannya tersebut. Politikus Partai Gerindra itu meminta agar pendalaman kasus tersebut dapat dilakukan pada masa reses ini.

"Kita minta keterangan dong apa yang terjadi ini kok bisa ditetapkan tersangka, ada apa dengan Kemendag, jadi saya usulkan ke pimpinan Komisi VI DPR agar meminta izin pimpinan DPR agar kita bisa melakukan rapat kerja dengan Menteri Perdagangan untuk meminta klarifikasi," ujar Andre.

Kordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, MAKI adalah salah satu pelapor dalam kasus serupa ke Jampidsus, Maret lalu. Kata dia, dalam laporannya, sedikitnya ada delapan perusahaan produsen CPO dan turunannya itu, yang patut diungkap perannya dalam penyidikan dugaan permohonan PE ke Kemendag tanpa DMO, dan DPO tersebut.

MAKI pun mendukung penyidikan di Jampidsus-Kejakgung, untuk tak cuma menjerat para pelaku perorangan dalam kasus tersebut. “Perusahaan-perusahaan yang sudah diketahui itu, bagian dari liga besar, dari delapan atau sembilan yang ditengarai, bermain di kasus langka, dan mahalnya minyak goreng ini,” ujar Boyamin.

 

 

photo
Infografis Perjalanan Minyak Goreng dari HET hingga Ikuti Mekanisme Pasar - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement