Rabu 06 Jul 2022 16:17 WIB

RKUHP tak Disahkan Jadi Undang-Undang Besok

Pemerintah telah menyerahkan draft final RKUHP telah diserahkan kepada Komisi III.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) menyerahkan naskah RUU KUHP dan RUU tentang Permasyarakatan yang telah disempurnakan kepada Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (kanan) dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Komisi III dan Pemerintah dalam rapat kerja tersebut bersepakat untuk menyelesaikan Rancangan Undangan-Undangan (RUU) tentang Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya terkait dengan 14 isu krusial RUU KUHP sebelum diserahkan ke pembicaraan tingkat selanjutnya sesuai dengan mekanisme kententuan perundang-undangan.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) menyerahkan naskah RUU KUHP dan RUU tentang Permasyarakatan yang telah disempurnakan kepada Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (kanan) dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Komisi III dan Pemerintah dalam rapat kerja tersebut bersepakat untuk menyelesaikan Rancangan Undangan-Undangan (RUU) tentang Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya terkait dengan 14 isu krusial RUU KUHP sebelum diserahkan ke pembicaraan tingkat selanjutnya sesuai dengan mekanisme kententuan perundang-undangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menyerahkan hasil perbaikan revisi Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) kepada Komisi III DPR. Namun, ia mengungkapkan bahwa kemungkinan besar draf tersebut tak disahkan menjadi undang-undang pada Kamis (7/7), yang merupakan rapat paripurna penutupan masa sidang DPR.

"Tidak jadi kesimpulan rapat Komisi III dengan pemerintah bahwa RUU KUHP  (akan disahkan besok). Yang pertama kan pemerintah sudah menyerahkan penyempurnaan draf RUU KUHP pada Komisi III," ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Baca Juga

Ia menjelaskan, RKUHP merupakan carry over atau operan dari DPR periode sebelumnya yang masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Pemerintah tak terburu-buru untuk mengesahkannya.

"Yang jelas dia masuk Prolegnas 2022, sampai 31 Desember 2022, masih ada waktu," ujar pria  yang akrab disapa Eddy itu.

Ia mengatakan, draft final RKUHP telah diserahkan kepada Komisi III dan sudah bisa dibuka untuk publik. Keterbukaan tersebut sebagai salah satu asas sebelum pengesahannya menjadi undang-undang.

"Tidak mungkin disahkan sebelum dibuka toh,  jadi kan di DPR yang kemudian DPR yang membuka ini hasil penyempurnaan pemerintah," ujar Eddy.

Terdapat tujuh hal penyempurnaan yang dilakukan oleh pemerintah lewat tim pembahasan RKUHP yang dibentuk Kemenkumham.

Pertama adalah terkait 14 poin krusial dalam RKUHP, di antaranya pasal hukum yang hidup dalam masyarakat (living law); pidana mati; penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden; menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib. 

Kedua terkait ancaman pidana. Dalam paparan yang ditampilkan di Ruang Rapat Komisi III, terdapat tujuh poin yang dicontohkan sebagai ancaman pidana baru, di antaranya tindak pidana penyelenggaraan pawai.

Ketiga terkait bab tindak pidana penadahan, penerbitan, dan percetakan. Pria yang akrab disapa Eddy itu menjelaskan, tindak pidana penadahan, penerbitan, dan percetakan tidak dimasukkan ke dalam draft RKUHP 2019.

Pemerintah melakukan harmonisasi antara RKUHP dengan undang-undang lain yang berada di luarnya. Ia menjelaskan, ada empat undang-undang yang diharmonisasikan dengan RKUHP, yakni Undang-Undang Bangunan Gedung, Undang-Undang Mata Uang, Undang-Undang Penyandang Disabilitas, dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Kelima, tim pembahasan RKUHP melakukan sinkronisasi antara batang tubuh dengan penjelasan. Terdapat 15 poin hasil sinkronisasi tersebut. 

Keenam, perbaikan teknik penyusunan RKUHP. "Kemudian (ketujuh), perbaikan pengacuan pasal, penyesuaian penulisan istilah yang didefinisikan, dan penyesuaian penulisan kata yang bermakna jamak," ujar Eddy. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement