Selasa 23 Aug 2022 16:23 WIB

Soal RKUHP, Mahfud: Hukum Harus Berubah Sesuai Kebutuhan Masyarakat

Indonesia sudah jadi bangsa merdeka sehingga hukum kolonial harus diganti.

Rep: Flori Sidebang / Red: Ratna Puspita
Menteri Koordinator Bidang Politiki, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD
Foto: Dok Kemenko Polhukam
Menteri Koordinator Bidang Politiki, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, menjelaskan, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan salah satu hukum peninggalan zaman kolonial Belanda yang harus diganti. Dia menuturkan, penggantian ini perlu dilakukan karena hukum merupakan pelayan masyarakat di mana hukum itu berlaku.

"Hukum adalah pelayan masyarakatnya sehingga harus memuat isi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat di mana hukum itu berlaku. Jika masyarakat berubah maka hukum harus berubah pula agar sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat yang dilayaninya," kata dia dalam sambutannya pada acara Kick Off Dialog Publik RKUHP di Hotel Ayana, Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Baca Juga

Ia menyampaikan, saat ini Indonesia sudah berubah dari masyarakat kolonial atau terjajah menjadi bangsa yang merdeka. Karena itu, hukum kolonial harus diganti dengan hukum nasional.

"Itulah sebabnya politik hukum tentang perubahan KUHP itu menjadi salah satu perintah pertama, pada hari pertama Undang-Undang Dasar disahkan yang dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1945," katanya.

Ia mengatakan, pembentukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan salah satu politik hukum pertama yang diperintahkan oleh konstitusi untuk disusun di Republik Indonesia. Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 menyebutkan bahwa 'hukum dan lembaga-lembaga peninggalan kolonial masih berlaku sepanjang belum dibentuk hukum dan lembaga yang baru'.

"Artinya, ketika kita menyatakan kemerdekaan pada saat itu sudah ada perintah konstitusi agar hukum-hukum yang berlaku sejak zaman kolonial Belanda diganti dengan hukum-hukum yang baru dan yang lama hanya boleh berlaku sampai dibentuk hukum yang baru tersebut," kata Mahfud. 

Mahfud mengatakan, sejak 1963, pemerintah terus mendiskusikan perubahan KUHP. Saat ini,, pemerintah sudah menghasilkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang relatif siap untuk segera diundangkan.

"Sudah selama 59 tahun kita terus membahas dan merancang RKUHP ini melalui tim yang silih berganti dan mendapat arahan politik hukum dari tujuh presiden sehingga rancangan ini dapat dikatakan sudah siap untuk segera diberlakukan," ujarnya.

Ia mengungkapkan, sosialisasi dan dialog sudah dilakukan secara masif di parlemen, kantor-kantor pemerintah, kampus, dan masyarakat luas selama 59 tahun perjalan RKUHP ini. Kendati demikian, hukum harus merupakan cermin kesadaran dan keinginan masyarakat dan harus dipahami oleh seluruh masyarakat.

Karena itu, melalui Sidang Internal Kabinet tanggal 2 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo meminta agar RKUHP ini disosialisasikan lagi ke seluruh lapisan masyarakat. "Presiden meminta agar kementerian/lembaga terkait mendiskusikan lagi dengan akademisi, ormas-ormas, civil society organization (CSO) dan lain-lain dari pusat sampai ke daerah-daerah. Itulah sebabnya kita bertemu dalam acara Kick Off Dialog Publik RKUHP pada hari ini," jelas dia.

Mahfud menambahkan, politik hukum dalam RKUHP yang saat ini disusun menganut double track system atau dua jalur pengenaan sanksi, yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan yang belum diatur di dalam KUHP yang masih berlaku sekarang. RKUHP ini, kata dia, juga memberi tempat penting atas konsep restorative justice yang kini mulai menjadi kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia. 

Selain itu, sambungnya, RKUHP mengatur mengenai hukum adat sebagai living law yang telah lama diakui dan menjadi kesadaran hukum pada masyarakat hukum adat dengan tetap mendasarkan pada prinsip Pancasila, UUD 1945, dan NKRI dengan segala kebhinekaannya. "Pada saat ini masih terdapat beberapa masalah yang perlu didiskusikan dan didalami kembali. Mari kita diskusikan untuk mencapai kesepemahaman dan reformula yang lebih pas," tutur Mahfud. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement