REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Gelombang panas yang mematikan memberikan beban yang belum pernah terjadi sebelumnya pada pertanian, ekonomi dan kesehatan masyarakat India. Sebuah studi terbaru, melaporkan cuaca panas dengan perubahan iklim telah mengganggu upaya jangka panjang negara tersebut untuk mengurangi kemiskinan, ketidaksetaraan dan berbagai jenis penyakit.
Panas yang ekstrem telah menyebabkan lebih dari 24.000 kematian sejak tahun 1992 dan juga meningkatkan polusi udara serta mempercepat pencairan gletser di India utara, demikian ungkap sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Ramit Debnath dari University of Cambridge.
India kini menghadapi tabrakan berbagai bahaya iklim yang kumulatif, dengan cuaca ekstrem yang terjadi hampir setiap hari dari bulan Januari hingga Oktober tahun lalu, kata mereka. "Sangat penting untuk mengetahui bagaimana kita mengukur kerentanan terhadap kejadian-kejadian ekstrem yang sering terjadi," kata Debnath kepada Reuters, Kamis (20/4/2023).
Dengan "indeks kerentanan iklim" pemerintah India sendiri yang diyakini meremehkan dampak dari gelombang panas yang lebih lama, lebih awal dan lebih sering terjadi terhadap pembangunan. Sebanyak 90 persen dari total wilayah India saat ini berada di zona bahaya panas ekstrem, dan India belum sepenuhnya siap, Debnath memperingatkan.
"India telah melakukan cukup banyak hal dalam hal mitigasi panas - mereka sebenarnya telah mengakui gelombang panas sebagai bagian dari paket bantuan bencana mereka," katanya.
"Namun ada kebutuhan untuk mengoptimalkan langkah dari rencana-rencana ini."
"Langkah-langkah adaptasi yang ada di atas kertas cukup substansial... dan saya pikir mereka memiliki rencana solid yang sangat kuat, namun tinggal bagaimana implementasinya."
Para peneliti juga memperingatkan bahwa gelombang panas melemahkan upaya India untuk memenuhi 'Tujuan Pembangunan Sosial', sebuah daftar yang terdiri dari 17 tujuan PBB untuk mengurangi kemiskinan, kelaparan, ketidaksetaraan, dan penyakit.
Panas yang ekstrem pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan 15 persen dalam kapasitas kerja di luar ruangan, mengurangi kualitas hidup hingga 480 juta orang dan menghabiskan 2,8 persen dari PDB pada tahun 2050, kata mereka.
Penurunan produktivitas yang disebabkan oleh suhu tinggi yang ekstrem dapat menyebabkan kerugian bagi India sebesar 5,4 persen dari PDB, menurut Laporan Transparansi Iklim yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok lingkungan tahun lalu.