Selasa 02 May 2023 04:56 WIB

Bareskrim: Tak Tutup Kemungkinan Ada Tersangka Selain AP Hasanuddin

Tersangka AP Hasanuddin menyadari kekeliruannya

Tersangka Peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin dihadirkan saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/5/2023). Bareskrim Polri telah menangkap dan menetapkan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin sebagai tersangka terkait kasus ujaran kebencian akibat pernyataan halalkan darah Muhammadiyah yang disampaikan di media sosial.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tersangka Peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin dihadirkan saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/5/2023). Bareskrim Polri telah menangkap dan menetapkan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin sebagai tersangka terkait kasus ujaran kebencian akibat pernyataan halalkan darah Muhammadiyah yang disampaikan di media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid A Bactiar menyebut bahwatidak menutup kemungkinan ada tersangka lain selain Andi Pangerang (AP) Hasanuddin dalam kasus ujaran kebencian dan pengancaman terhadap warga Muhammadiyah.

"Tapi nanti tidak menutup kemungkinan apabila nanti dalam percakapan itu kami temukan lagi, karena memang ada beberapa percakapan yang dihapus," kata Vivid di Jakarta, Senin (1/5/2023).

Baca Juga

Menurut Vivid, dalam penyelidikan saat ini pihaknya baru menetapkan satu orang tersangka, yakni AP Hasanuddin.

Pihaknya pun mempersilahkan apabila ada dari rekan-rekan media, atau warga-net yang menemukan lagi ada kata-kata yang mengandung unsur yang sama seperti yang dilontarkan AP Hasanuddin, dapat melapor ke penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri.

Karena, kata dia, ada beberapa percakapan dalam unggahan diskusi di akun Facebook milik Thomas Djamaluddin yang dikomentari oleh AP Hasanuddin telah dihapus.

"Mungkin nanti rekan-rekan media atau netizen yang menemukan lagi ada kata-kata yang mengandung unsur seperti ini silahkan melaporkan ke kami. Jadi memang ada beberapa yang dihapus dalam percakapan tersebut," kata Vivid.

Terkait ancaman yang dilontarkan AP Hasanuddin dalam komentarnya tersebut, Vivid mengatakan tersangka tidak ada indikasi untuk mewujudkan kata-katanya tersebut dalam sebuah tindakan.

"Karena yang bersangkutan latar belakangnya adalah ilmuan, cuma beliau mungkin capek, lelah karena berdebat panjang akhirnya muncul emosi muncul kata-kata yang tidak pantas yang tidak seharusnya diucapkan oleh seseorang yang memiliki latar belakang keilmuan cukup bagus," kata Vivid.

Vivid menambahkan, tersangka AP Hasanuddin menyadari kekeliruannya, dan tidak ada indikasi mewujudkan dengan benar-benar akan membunuh warga Muhammadiyah seperti yang ditulisannya dalam komentar di akun Facebook Thomas Djamaluddin.

Selain itu, dalam pemeriksaan penyidik memastikan kondisi AP Hasanuddin saat menulis komentar itu pada tanggal 21 April pukul 15.30 WIB di Jombang sedang dalam keadaan sehat, tidak dalam pengaruh alkohol ataupun obat-obatan terlarang.

"Yang bersangkutan menyampaikan, karena diskusi sudah panjang dan tidak ada ujungnya, akhirnya beliau merasa lelah dan emosi, terucaplah kata seperti itu. Memang sangat tidak pantas, menantang bunuh satu per satu, itu sangat tidak pantas diucapkan seorang yang keilmuannya tinggi," kata Vivid.

"Balik lagi ada kekhilafan seorang manusia," kata Vivid menambahkan.

Peneliti astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) AP Hasanuddin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau ancaman kekerasan menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi melalui media elektronik.

Ia disangkakan dengan dua pasal, yakni Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Kemudian Pasal 45B juncto Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement