REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana penambahan Kodam (Komando Daerah Militer) di tiap provinsi dianggap menjadi pintu masuk pengaruh militer kepada masyarakat sipil.
“Karena implikasinya akan diikuti dengan penambahan Korem, Koramil, dan Babinsa. Yang jelas, ini adalah bagian dari komando teritorial (koter) yang pada masa Orde Baru sangat berperan untuk melanggengkan kekuasaan,” kata Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan Jaman, Ricky Panjaitan, Sabtu (27/5/2023).
Jaman pun meyakini bahwa anggaran untuk TNI AD akan menjadi bertambah dan tidak memiliki nilai urgensi apapun untuk pertahanan dan keamanan negara. Hal itu juga dipertajam dengan rencana Revisi UU Nomor 34 tahun 2004 BAB IV (pasal 5-10) tentang TNI yang akan memperluas wewenang dan peran personil TNI AD melalui koter di wilayah sipil/publik.
Dia menambahkan, bila berbicara komponen Sishankamrata, Indonesia merupakan lima negara awal yang mendapatkan persetujuan dari PBB sebagai negara kepulauan dalam Konvensi Hukum Laut yang ditandatangani di Montego Bay, Jamaika pada 10 Desember 1982. Sudah seharusnya sistem pertahanan laut yang harus diperkuat.
Untuk memperkuat pertahanan negara dapat dilakukan melalui cara. Misalnya, prajurit TNI dari semua matra dan kepangkatan ditingkatkan kemampuan dan kapasitasnya. Kemudian modernisasi alutsista dan meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI. Terutama bintara dan tamtama.
"Niscaya akan memberikan dampak yang luar biasa. Bahkan apaila diperlukan, rakyat yang terlatih bisa dijadikan komponen cadangan (komcad) bela negara jika sewaktu-waktu negara membutuhkan,” kata Ricky.
Dia pun berpandangan bahwa rencana tersebut tidak memiliki suatu landasan dasar. Bahkan justru mengingatkan kesewenangan aparat militer pada masa Orde Baru.
Dia pun menegaskan bahwa amanat reformasi adalah menolak dwifungsi TNI. Jangan biarkan kekuatan bersenjata dipakai sebagai alat untuk kekuasaan.
"Kepada para jenderal-jenderal militer yang mencoba untuk memakai taktik penambahan Kodam di tiap provinsi, jangan ulangi kesalahan masa lalu. Sudah seharusnya kita bersama-sama menjalankan supremasi sipil yang sudah berjalan dengan damai tanpa dirusak untuk kepentingan tertentu,” ucap Ricky.
Dalam penilaiannya, Ricky menjelaskan bahwa hierarki koter menyerupai struktur pemerintahan sipil di daerah yang hierarkinya sampai ke kecamatan dan memiliki babinsa di level terbawah.
"Kami bersama teman-teman Jaman memiliki pertanyaan besar terkait rencana Kemhan dengan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan. Jangan-jangan melalui program koter dan revisi UU Nomor 34 tahun 2004 BAB IV (pasal 5-10) tentang TNI dijadikan sebagai strategi pemenangan Prabowo yang saat ini selalu dikaitkan pada bursa capres 2024 dengan kebutuhan dan kekuatan teritori. Semoga saja tidak,” kata Ricky.