Jumat 07 Jul 2023 06:49 WIB

Pengacara Australia yang Diburu Hong Kong: Saya Menerapkan Hak Demokrasi Saya

Kepolisian Hong Kong menawarkan hadiah untuk informasi terkait delapan aktivis.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
 Polisi Hong Kong sedang bertugas (ilustrasi).
Foto: EPA-EFE/JEROME FAVRE
Polisi Hong Kong sedang bertugas (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pengacara Australia yang menjadi buronan Hong Kong, Kevin Yam, mengatakan ia dikejar karena 'melaksanakan hak demokrasi' dalam pembungkaman kebebasan berbicara. Yam, salah satu dari delapan aktivis demokrasi yang dituduh melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong.

Pada Senin (3/7/2023), kepolisian Hong Kong menawarkan hadiah senilai 1 juta dolar Hong Kong atau sekitar 130 ribu dolar AS untuk informasi yang mengarah pada penangkapan delapan orang itu.

Baca Juga

Yam bekerja sebagai pengacara bidang keuangan di Hong Kong selama 17 tahun. Ia mengaku tidak terlibat dalam aktivisme di sana beberapa tahun sebelum pulang ke Australia tahun lalu. Ia mengatakan surat penangkapannya memiliki 'efek menakutkan bagi semua orang di dunia'.

"Hal-hal yang mereka tuduhkan pada saya, dan hadiah untuk kepala saya sekarang, adalah hal-hal yang saya lakukan sejak saya pulang ke Australia," kata Yam, Kamis (6/7/2023).

Kepolisian dan biro keamanan Hong Kong belum menanggapi permintaan komentar. Dalam pernyataannya Kamis ini pemerintah Hong Kong mengatakan Undang-undang Keamanan Nasional memiliki 'dampak ekstrateritorial' yang diakui hukum internasional.

Mereka juga mengatakan kritik terhadap hadiah uang bagi informasi yang mengarah penangkapan delapan itu sangat 'standar ganda' dan penuh 'kemunafikan'. Pada Selasa (4/7/2023) juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning mengatakan Yam dan tujuh orang lainnya merupakan 'buronan' yang mendukung sanksi terhadap Hong Kong dan terlibat dalam aktivitas anti-Cina.

Undang-undang intervensi asing Australia melarang negara asing mengawasi aktivis dan menekan kebebasan berbicara. Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan perburuan aktivis itu tidak bisa diterima.

Undang-undang keamanan nasional yang Beijing berlakukan di Hong Kong dapat menghukum orang dituduh melakukan subversi, berkolusi dengan pasukan asing dan memberontak hukuman penjara seumur hidup. Undang-undang ini berlakukan tidak lama setelah unjuk rasa pro-demokrasi tahun 2019 lalu.

Hong Kong mengatakan sudah 260 orang ditangkap atas undang-undang ini. Sebanyak 79 orang diantaranya dihukum atas pelanggaran subversi dan terorisme.

Pemerintah Barat dan aktivis mengatakan undang-undang ini digunakan untuk membungkam pembangkang di bekas koloni Inggris tersebut. Cina dan Hong Kong mengatakan undang-undang tersebut diperlukan untuk memulihkan stabilitas di pusat keuangan Asia.

Yam mengatakan ia mulai membicarakan supremasi hukum di Hong Kong dan pembungkaman karena teman-temannya di penjara. "Mereka yang sudah di penjara sudah tidak bisa lagi berbicara. Mereka yang di pengasingan sudah terlalu takut untuk berbicara, saya warga negara Australia dan kini saya tinggal di negara saya sendiri, saya merasa memiliki kewajiban moral untuk berbicara," katanya.

Pada bulan Mei lalu Yam memberikan kesaksian jarak jauh di panel Kongres Amerika Serikat (AS) mengenai tekanan sistem hukum Hong Kong. Ia mengatakan sudah bertemu banyak anggota parlemen Australia termasuk menteri luar negeri untuk meningkatkan kesadaran mengenai Hong Kong.

"Saya warga Australia apakah saya berkolusi dengan pasukan asing ketika saya melaksanakan hak demokrasi saya bertemu dengan perwakilan saya di pemerintah? Bagaimana cara kerjanya?" katanya. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement