Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengaku tidak heran atas putusan MK yang akhirnya membuka pintu untuk Gibran Rakabuming Raka berkontestasi di Pilpres 2024. Sebab, menurut Ujang, sebelumnya ada bocoran MK memang menolak uji materi batas usia cawapres, tetapi mengakomodasi syarat pernah berpengalaman menjadi kepala daerah.
"Jadi usianya tetap, tetapi narasi penambahan pernah menjabat kepala daerah itu akan diputuskan, ternyata betul putusannya, prediksi-prediksi bocoran itu ternyata benar. Jadi ya kelihatannya ini memang didesain TSM terstruktur sistematis dan masif ya dari kelompok tertentu untuk menggunakan Mahkamah Konstitusi melegalkan Gibran ya sebagai cawapres," ujar Ujang dalam keterangannya kepada Republika, Senin (16/10/2023).
Ujang pun menyebut putusan MK sebagai tragedi demokrasi yang tidak bagus. Menurut Ujang, MK menunjukkan kelasnya dengan tidak bersikap negarawan untuk kepentingan bangsa dan masyarakat luas.
"Mestinya hakim MK menjadi seorang negarawan untuk bangsa dan negara bukan untuk kepentingan Jokowi dan keluarganya, apalagi hanya untuk kepentingan Gibran mengakomodasi sebagai cawapres," ujarnya.
Karena itu, Ujang pun menilai sudah sewajarnya jika publik mulai tidak memiliki kepercayaan kepada MK sebagai lembaga penjaga konstitusi. Apalagi, narasi putusan ini telah muncul sebelum putusan dan terbukti benar.
"Publik itu sudah membaca arah-arah putusan MK itu sejak lama, bocoran itu kan sudah ada dan betul, apa yang ditangkap oleh kita semua, MK memang menerima Gibran sebagai cawapres ujungnya seperti itu karena ada frasa asal punya pengalaman atau sedang menjabat sebagai kepala daerah," ujarnya.
"Jadi kelihatannya permainan politik tingkat tinggi ya yang sudah kita baca sejak lama ya, inilah Indonesia, instrumen hukum itu kelihatannya masih bisa dikendalikan oleh kekuasaan," tambahnya.
Adapun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan memberikan tanggapannya terkait putusan MK yang mengabulkan uji materiil batas usia minimal capres cawapres. Jokowi mengatakan, putusan tersebut merupakan kewenangan lembaga yudikatif.
"Ya mengenai putusan MK silakan ditanyakan ke Mahkamah Konstitusi, jangan saya yang berkomentar," kata Jokowi dalam keterangan pers terkait putusan Mahkamah Konstitusi di Beijing, yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Senin (16/10/2023).