Pada Desember 2023, hakim tipikor menghukum MD, AP, dan EA dengan masing-masing hukuman 6 tahun 6 bulan penjara, dan denda masing-masing Rp 300 juta. Khusus terdakwa MD, hakim PN Tipikor Surabaya menambahkan pidana pengganti kerugian negara sebesar Rp 3 miliar dan Rp 74 juta.
Adapun terdakwa EK, dihukum 7 tahun penjara, dan denda Rp 600 juta, serta pidana pengganti kerugian negara Rp 87,67 miliar. Kasus tindak pidana korupsi yang menghukum MD, AP, EA, dan EK tersebut menurut putusan sidang, terkait dengan transaksi 152,8 Kg emas senilai 92,2 miliar kepada BS. Dinyatakan dalam putusan PN Tipikor Surabaya emas PT Antam seberat 152,8 Kg itu bagian dari 7 ton emas, yang ditawarkan oleh MD, AP, dan EA, kepada EK sebagai broker untuk dijual kepada BS.
Namun dalam jual-beli tersebut, dikatakan, terjadi manipulasi dengan sarana pemberian surat diskon, atau program rabat palsu. Terungkap di persidangan pula peran MD, AP, dan EA sebagai pejabat dan pegawai di PT Antam memanipulasi laporan transaksi jual-beli emas 7 ton kepada BS tersebut untuk menutupi selisih harga.
BS yang tak dijerat tersangka, dan tak diseret ke PN Tipikor Surabaya, serta menang keperdataannya atas hak 1,3 ton emas dari PT Antam, akhirnya dicokok penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Pada Kamis (19/1/2024) Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi mengumumkan BS sebagai tersangka terkait korupsi dalam transaksi pembelian emas PT Antam sebesar 7 ton tersebut.
Namun dalam pengusutan, yang menjadi objek penyidikan adalah terkait dengan selisih penerimaan emas seberat 1,3 ton dan 7 ton yang diperjualbelikan oleh PT Antam. Tim penyidik Jampidsus, pun langsung menggelandang BS ke sel tahanan.
Kuntadi menegaskan, BS ditetapkan tersangka lantaran bersama-sama dengan MD, AP, EA, dan EK dalam memanipulasi sisa transaksi jual-beli emas yang merugikan negara 1,1 triliun itu. Kuntadi menolak jika disebut bakal terjadi tumpang tindih kepastian hukum setelah Kejagung menetapkan BS sebagai tersangka.
Indikasi pidana korupsi...