REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menyalurkan uang seratusan miliar rupiah kepada korban aksi terorisme. Uang itu diberikan sebagai bentuk kompensasi kepada korban.
"LPSK sudah memberikan kompensasi dari tahun 2016- 2023 kepada 784 korban dari 60 peristiwa tindak pidana terorisme yang dengan nilai Rp14.163.644.521," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangannya pada Ahad (25/2/2024).
LPSK menempuh prosedur hukum hingga menetapkan korban yang layak mendapat kompensasi. Sehingga tak sembarang orang bisa mengaku korban terorisme demi mendapat kompensasi. "Melalui mekanisme Putusan Pengadilan," ujar Hasto.
Selain itu, LPSK memberikan kompensasi pada 16 Desember 2020 di Istana Negara dengan nilai Rp98.925.000.000 kepada 572 korban. Dalam hal ini merupakan mekanisme Non putusan pengadilan (Kejadian Terorisme Masa Lalu).
"Total Kompensasi yang telah diberikan negara kepada korban tindak pidana terorisme melalui LPSK tercatat mencapai Rp.113.088.644.521," ujar Hasto.
Di sisi lain, LPSK secara khusus baru-baru ini menyerahkan kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme dalam peristiwa ledakan bom di Mapolsek Astana Anyar di Mapolda Jawa Barat. Peristiwa terorisme itu terjadi pada 7 Desember 2022.
Kompensasi sebesar Rp901.477.000 tersebut diserahkan kepada 30 orang korban. Hal ini berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 631/Pid.Sus/2023/PN.Jkt.Tim tanggal 14 Desember 2023.
"Kompensasi ini memang sebaiknya dimanfaatkan para penyintas tindak pidana terorisme secara produktif," kata Hasto.
Baca juga: Alquran Sebut Langit Tercipta Hingga 7 Lapisan, Begini Penjelasan Ilmiahnya
LPSK berharap dapat bekerja sama dengan dinas setiap daerah untuk dapat memberikan pembinaan kewirausahaan kepada penerima kompensasi. Sehingga penerima dapat mengelola dana kompensasi dengan baik. "Agar manfaat kompensasi dapat berjangka panjang," ujat Hasto.
Hasto menjelaskan keberpihakan negara terhadap korban terorisme tercermin dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 2018. Satu hal istimewa dari UU tersebut ialah terobosan hukum yang membuka kesempatan bagi korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan kompensasi tanpa melalui jalur pengadilan.