Sabtu 11 May 2024 00:01 WIB

TNI dan Polri yang Hingga Kini Masih Berselisih Soal Istilah OPM atau KKB

TNI menegaskan istilah OPM lebih relevan daripada KKB.

Red: Andri Saubani
Personel Operasi Damai Cartenz berlindung dari serangan kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) saat terjadi penyerangan di Mapolsek Homeyo dan di Gedung SDN Pogapa, Intan Jaya, Papua Tengah.
Foto:

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengungkapkan, sebelum mengumumkan pengembalian nama OPM, Rabu (10/4/2024), perintah pengubahan nomenklatur itu sudah terbit melalui Surat Telegram (ST) Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada 5 April 2024. Dalam ST tersebut, kata Usman, berisikan empat hal yang menjadi pertimbangan penggunaan kembali istilah OPM itu.

“Pertama, merujuk pada perkembangan situasi aksi bersenjata di wilayah Papua yang saat ini meningkat,” kata Usman, menjelaskan ST Panglima TNI tersebut.

Kedua, kata Usman, merujuk pada pertimbangan staf dan pemimpin di TNI. Ketiga, kata Usman, perihal adanya latar belakang rapat koordinasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada 29 April 2021 lalu.

“Dalam rakor dengan tersebut, membahas tentang penyebutan terhadap organisasi, dan orang-orang Papua yang melakukan tindakan teror dan kekerasan dengan sebutan Kelompok Kriminal Bersenjata, atau Kelompok Separatis Teroris,” kata Usman.

Keempat, dalam ST Panglima TNI tersebut, disebutkan pula dasar pertimbangan pengembalian istilah OPM tersebut. “Panglima TNI dalam ST-nya mengatakan, setelah mempertimbangkan adanya perbedaan penyebutan nomenklatur antara pemerintah, kemudian legislatif, kemudian TNI, dan Polri, maka untuk saat ini, TNI mengembalikan penyebutan yang semula KKB, atau KST, menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM) sampai dengan adanya perubahan,” sambung Usman.

Dalam penutup ST Panglima TNI tersebut, kata Usman, disertakan pula kepada seluruh jajaran, perwira, petinggi, dan pemegang komando tinggi di semua divisi, dan satuan tugas TNI untuk melaksanakan. “Di sini dikatakan, perintah untuk dilaksanakan,” sambung Usman.

Usman mengatakan, isi ST Panglima TNI tersebut masih menyimpan pertanyaan tentang apa latar belakang, dan alasan pengembalian istilah OPM tersebut. “Tentu kita masih membutuhkan penjelasan dari Panglima TNI, apa sebenarnya saran-saran, dan pertimbangan dari staf pimpinan TNI. Kita juga masih membutuhkan penjelasan dari Menko Polhukam (2021) tentang apa sebenarnya rakor Menko Polhukam pada 29 April 2021 yang dijadikan pertimbangan dalam ST Panglima TNI (April 2024) itu,” ujar Usman.

Namun, Usman melacak sendiri tentang dugaan yang melatarbelakangi pengembalian istilah OPM tersebut. Menurut dia, mengacu pada rakor Menko Polhukam pada 29 April 2021, gelaran tersebut membahas sejumlah permasalahan yang ada terkait dengan Papua.

“Bulan April (2021) itu, kalau tidak salah ada penembakan terhadap Kepala Badan Intelijen Daerah di Papua. Dan setelah itu, sudah muncul wacana untuk menyebut kelompok prokemerdekaan Papua, kelompok bersenjata di Papua sebagai kelompok teroris. Karena tindakan itu (penembakan Kabinda Papua) menurut beberapa pejabat pemerintah, dipandang layak untuk disebut sebagai teroris,” ujar Usman.

Salah-satu pejabat pemerintah Indonesia yang menilai kelompok bersenjata Papua Merdeka itu dilabeli teroris, adalah Dubes Indonesia di Jerman. Usman tak menyebutkan nama si dubes. Akan tetapi, kata Usman, dubes menyarankan kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk mendaftarkan kelompok bersenjata OPM ke dalam daftar organisasi terorisme di Uni Eropa (UE), atau di PBB.

“Dubes Indonesia di Jerman menggunakan istilah OPM. Dan dari dubes kepada menlu tersebut, dibahas di rakor Menko Polhukam,” kata Usman.

Dari pembahasan di Kemenko Polhukam tersebut, kata Usman, berujung pada pengumuman oleh Menko Polhukam Mahfud MD pada saat itu.

“Dalam pengumuman Mahfud MD sebagai Menko Polhukam pada saat itu,  bahwa pemerintah Indonesia mendaftarkan KKB sebagai organisasi teroris,” ujar Usman.

Akan tetapi, kata Usman, pengumuman yang disampaikan oleh Mahfud MD, dengan langkah yang diusulkan oleh dubes di Jerman ketika itu berbeda istilah. Mahfud mengumumkan KKB. Sedangkan dubes di Jerman dengan rencana mendaftarkan OPM.

“Ada perbedaan istilah di situ. Dalam surat resmi dubes di Jerman, kepada pemerintah Indonesia menggunakan istilah OPM. Tetapi yang diumumkan oleh Mahfud adalah istilah KKB. Pertanyaannya adalah, apakah ada di Papua organisasi yang bernama KKB? Tidak ada,” ujar Usman.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement