Senin 27 May 2024 18:36 WIB

Jampidsus Diduga Diintai Oknum Densus 88, Senator Filep Sampaikan 4 Solusi   

Oknum Densus 88 diduga buntuti Jampidsus terkait kasus timah

Pegawai Kejagung melintas disamping mobil Polisi Militer yang terparkir di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/5/2024). Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar menjelaskan bantuan pengamanan dan keberadaan polisi militer (POM) untuk menjaga Gedung Kejaksaan Agung merupakan tindak lanjut dari MoU (memorandum of understanding) yang ditandatangani oleh kedua lembaga itu pada 6 April 2023 dan tidak terkait kasus dugaan peristiwa penguntitan terhadap Jampidsus oleh anggota Densus 88.
Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Pegawai Kejagung melintas disamping mobil Polisi Militer yang terparkir di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/5/2024). Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar menjelaskan bantuan pengamanan dan keberadaan polisi militer (POM) untuk menjaga Gedung Kejaksaan Agung merupakan tindak lanjut dari MoU (memorandum of understanding) yang ditandatangani oleh kedua lembaga itu pada 6 April 2023 dan tidak terkait kasus dugaan peristiwa penguntitan terhadap Jampidsus oleh anggota Densus 88.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Peristiwa penangkapan seorang anggota polisi dari Detasemen Khusus Antiteror atau Densus 88 yang dicurigai sedang membuntuti Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, menjadi topik hangat belakangan ini.

Kejadian ini menyita perhatian publik sebagaimana kasus Vina Cirebon yang masih menimbulkan tanda tanya besar. Sejumlah kasus besar yang ditangani Febrie Adriansyah pun turut mengemuka menjadi perbincangan publik. Terkait hal ini, Senator Filep Wamafma menyampaikan pandangannya.

Baca Juga

“Jampidsus memang sedang menangani kasus-kasus besar korupsi, salah satunya kasus korupsi Timah yang melibatkan Harvey Moeis, dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim yang kini turut diperbincangkan publik. Uniknya, Kabareskrim mengatakan tidak mengetahui peristiwa pembuntutan ini. Bagaimana mungkin ada clash of action dari kedua lembaga penegak hukum ini?” ungkap Filep kepada awak media, Senin (27/5/20024).

Dia mengatakan, melihat peristiwa di atas dan juga lambannya penegakan hukum lainnya seolah menegaskan keabsahan hasil survei LSI pada April 2024 lalu tentang tingkat kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. 

Survei itu menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap kejaksaan di angka 75 persen, kemudian MK 73 persen, Pengadilan 71 persen, Polri 70 persen, dan KPK di posisi paling akhir dengan 63 persen. Kepercayaan publik yang semakin turun semakin menguatkan pandangan soal harus segera ada reformasi total institusi penegak hukum.

Lebih lanjut, pimpinan Komite I DPD RI itu menerangkan bahwa dalam praktiknya, keberhasilan penegakan hukum bergantung pada tiga hal yaitu substance of law (substansi hukum), structure of law (struktur hukum), dan legal awareness (kesadaran hukum). 

Substansi hukum adalah isi dari peraturan perundang-undangan yang mensyaratkan adanya kejelasan dan ketegasan. Struktur hukum mencakup kualitas aparatur penegak hukum beserta instansinya. Kesadaran hukum berkaitan dengan totalitas masyarakat untuk sadar dan taat hukum.

Oleh sebab itu, berkaitan dengan struktur hukum, Filep menilai bahwa kemauan aparat penegak hukum untuk berbenah menjadi jalan utama mengembalikan kepercayaan publik, sekaligus membangun kultur penegakan hukum yang presisi. Ia pun menyampaikan 4 poin upaya penguatan lembaga penegak hukum untuk mendukung martabat law enforcement di tanah air.

“Pertama, perlu ada koordinasi saling menguatkan antara instansi dan aparat penegak hukum. Law enforcement sejatinya bukan tentang lembaga mana yang paling hebat dalam menegakkan hukum, melainkan tentang bagaimana menciptakan rasa damai di tengah masyarakat sebagaimana amanat konstitusi yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” terang Filep.

“Kedua, dalam hal tindak pidana tertentu, posisi setiap lembaga penegak hukum adalah linear, artinya tidak ada yang memonopoli penegakan hukum, kecuali ditentukan lain oleh UU, misalnya tipikor. Walaupun demikian, ketaatan pada tupoksi kerja merupakan tuntutan utama dalam penegakan hukum,” kata dia. 

Kemudian ketiga, harus ada pemurnian lembaga penegakan hukum dari dugaan intervensi kepentingan tertentu dalam sebuah persoalan. Hal ini sangat penting untuk memberantas praktik-praktik yang tidak sehat dan merusak marwah penegak hukum.

Keempat, institusi hukum harus bisa melepaskan diri dari sandera kepentingan politik ataupun conflict of interest. Publik turut mencermati bahwa isu kedekatan dan lobi-lobi politik dalam pemilihan pimpinan penegak hukum diduga menyebabkan perkara-perkara korupsi yang melibatkan pejabat negara menjadi sulit ditangani. 

“Oleh karena itu, independensi dalam penentuan pimpinan lembaga penegak hukum menjadi kuncinya,” ujar dia. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement