REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri belum membuka secara transparan kasus penguntitan Jampidus Febrie Adriansyah oleh oknum anggota Densus 88. Padahal penguntitan itu tidak melibatkan satu orang, dan ditengarai ada keterlibatan seorang Komisaris Besar (Kombes).
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto melihat jika Polri atau Propam tidak menjatuhkan sanksi kepada anggota polisi itu, maka penguntitan itu ditengarai diizinkan oleh institusi. "Kalau tidak ada hukuman bagi mereka, tidak ada hukuman bagi penguntit, artinya organisasi kepolisian itu memberikan persetujuan," ujarnya kepada Republika, Senin (3/6/2024).
Bambang tidak mengatahui secara pasti aturan penguntitan di dalam tubuh kepolisian. Namun yang pasti penguntitan itu tidak sesuai dengan etik. Apalagi ini sesama institusi penegak hukum "Secara etik gak bisalah seorang pejabat negara dikuntit itu, tidak wajar," ujarnya.
Bambang juga tidak mau berspekulasi lebih jauh soal motif. Karena hanya pihak kepolisian yang bisa menjelaskan hal tersebut. "Soal motifnya polsi yang menjelaskan, tapi jangan salahkan masyarakat menduga, jangan salahkan masyarakat asumsinya masih liar, khawatir ada deal-deal khusus," ujarnya.
Tanpa ada surat perintah
Kasus penguntitan anggota Densus terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah masih menuai misteri. Meski sudah dikonfirmasi oleh Kejaksaan Agung soal pembuntutan tersebut, tapi 'otak' dan motif operasi tersebut masih tanda tanya.
Nama Komisaris Besar (Kombes) MT disebut-sebut sebagai pemberi perintah dalam aksi penguntitan anggota Densus 88 terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pekan lalu.
Dalam sebuah rekaman interogasi yang didapatkan Republika terhadap Bripda IM terungkap pengakuan bahwa penguntitan oleh satuan polisi antiterorisme tersebut dilakukan tanpa ada surat perintah.
Bripda IM, adalah satu dari enam personel Densus 88 yang tertangkap basah melakukan aksi pengintaian terhadap Jampidsus. Aksi memata-matai tersebut ketahuan saat Jampidsus melakukan aktivitas pribadi makan malam di restoran Gotran Cherrier Cipete, Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis 16 Mei 2024 pukul 20:45 WIB.
Polisi Militer (POM) yang melakukan pengawalan melekat terhadap Jampidsus menangkap Bripda IM. Sementara lima personel Densus 88 lainnya melarikan diri.
Dari rekaman introgasi oleh anggota POM yang Republika terima, Bripda IM mengaku sebagai anggota kepolisian dari satuan antiterorisme. “Siap. Dari Densus,” kata Bripda IM.
Dia mengaku, dalam pengintaian malam itu total enam personel Densus 88 yang diterjunkan. “Saya bilang enam. Yang lima teman saya. Enam sama saya,” begitu pengakuan Bripda IM. Ketika personel POM menanyakan tentang surat tugas, Bripda IM mengaku kosong.“Siap. Tidak ada,” ujar Bripda IM.
Pengawal POM juga menanyakan kepada Bripda IM tentang siapa yang memberikan perintah penguntitan tersebut. “Cuma bos saya saja,” begitu ujar Bripda IM.
Namun militer pengawalan Jampidsus itu tak puas. Ia lalu meminta agar Bripda IM menjawab lengkap tentang siapa yang dimaksud dengan bos tersebut. Bripda IM pun mengungkapkan sebuah nama, pangkat, dan posisi bos yang dimaksud.