REPUBLIKA.CO.ID, DUSHANBE – Parlemen Tajikistan menyetujui rancangan undang-undang yang melarang hijab akhir pekan lalu meski mayoritas warganya adalah Muslim. Apa dibalik keputusan tersebut?
Kantor berita Asia Plus yang berbasis di Dushanbe melaporkan, kebijakan itu menyusul pembatasan pakaian keagamaan selama bertahun-tahun, yang mana Presiden Emomali Rahmon menyebut hijab sebagai bagian dari "pakaian asing".
RUU pembatasan penggunaan hijab disahkan pada sidang ke-18 majelis tinggi Parlemen, alias Majlisi Milli. Majelis itu juga melarang "pakaian asing" dan perayaan anak-anak pada dua hari raya Islam yang paling penting—Idul Fitri dan Idul Adha.
Lebih dari sebulan sebelumnya, pada 8 Mei, majelis rendah parlemen negara tersebut, Majlisi Namoyandagon, menyetujui RUU tersebut. Dengan jilbab sebagai pusatnya, RUU ini menargetkan pakaian tradisional Islam.