Selasa 09 Jul 2024 10:12 WIB

Hujan pada Puncak Kemarau, Begini Tafsir Meteorologi Ayat-Ayat Alquran

Alqur'an telah mengisyaratkan proses yang terjadi di dalam atmosfer sebelum hujan.

Red: A.Syalaby Ichsan
Badai kuat Beryl di Karibia, hujan deras di Tiongkok, India, hingga Serbia, membuat ahli cuaca mengingatkan kembali dampak perubahan iklim.
Foto:

Terdapat sedikit perbedaan yang saling melengkapi di antara dua ayat tentang proses turunnya hujan di atas, di mana dalam Surah an-Nūr 24: 43, proses itu dapat diringkas sebagai berikut: awan bergerak, lalu berkumpul, kemudian bergumpal/saling tindih, untuk selanjutnya hujan/salju pun turun ke bumi.

Dapat dikatakan bahwa, jika Surah ar-Rūm 30: 48 menggambarkan tentang klasifikasi awan, maka Surah an-Nūr 24: 43 menerangkan tentang proses turunnya butiran-butiran es/salju (precipitation). 

Bumi yang dihuni manusia  diselimuti oleh atmosfer, yang biasa kita sebut dengan lapisan udara (yang bila bergerak disebut angin). Atmosfer meliputi kawasan yang dimulai dari permukaan bumi sampai sekitar 560 km di atas permukaan bumi. Pertanyaannya adalah: faktor apa yang menyebabkan udara yang berada dalam lapisan atmosfer itu bergerak sehingga menjadi angin?

Di sinilah peran sinar matahari yang menciptakan tekanan udara, sehingga udara bergerak dengan aliran angin dari tempat yang memiliki tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah, atau dari daerah yang memiliki suhu/temperatur rendah ke wilayah bersuhu tinggi. Oleh karena itu, tak berlebihan bila Prof. Manshur Hasbennabi, guru besar fisika Universitas ‘Ainus Syams, Mesir, menyebut matahari sebagai “motor penggerak angin” (dīnāmū ar-riyā), berdasarkan firman Allah subhānahu wa ta‘ālā dalam Surah an-Naba′78: 13-14.

"Dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari),dan Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan hebatnya."(an- Naba′ 78: 13-14)

Ar-Rāzī dalam tafsirnya mengatakan bahwa kata wahhāj pada ayat ke-13 di atas berasal dari madar al-wahj. Kata ini memiliki arti, antara lain, ‘panas api dan matahari’ (arr an-nār wasy-syams), sehingga wahhāj dapat dimaknai sebagai matahari yang memiliki derajat panas yang sangat tinggi. Sedangkan kata mu‘irāt pada ayat selanjutnya—berdasarkan salah satu riwayat dari Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, Muqātil, dan Qatadah—memiliki arti angin yang menggiring awan.

Dengan demikian, ayat 13 dan 14 Surah an-Naba′ di atas memberikan suatu fakta ilmiah bahwa sinar matahari yang panas permukaannya mencapai 6000 derajat dan panas pada pusatnya mencapai 30 juta derajat, yang menghasilkan energi berupa ultraviolet 9%, cahaya 46%, dan infra merah 45%, dinamai dengan sirājaw-wahhāj (pelita yang bercahaya atau menyala).

Matahari mengandung cahaya dan panas secara bersamaan yang sangat sesuai dengan kondisi atmosfer bumi. Cahaya dan panas inilah yang menimbulkan tekanan udara sehingga bergerak menjadi angin yang berfungsi membawa dan menggiring uap air berkumpul ke atas menjadi awan untuk kemudian menjadi hujan.

Penjelasan BMKG...

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement