Sabtu 17 Aug 2024 12:12 WIB

Kabid Kepemiluan MN KAHMI Nilai Dugaan Pencatutan KTP adalah Pidana Pemilu

Pencatutan NIK untuk mendukung calon perseorangan dinilai jadi persoalan klasik.

Ramdansyah (kiri)
Foto: Dok Republika
Ramdansyah (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP warga warga untuk mendukung calon perseorangan, kembali mencuat jelang Pilkada 2024. Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi, Ramdansyah mengatakan, dugaan pencatutan NIK untuk mendukung calon perseorangan merupakan persoalan klasik.

"Pernah terjadi pada pilkada di Jakarta tahun 2011/2012 lalu," ujar Ramdansyah.

Baca Juga

Ramdansyah mengatakan ada persoalan dasar hukum terkait dugaan pencatutan NIK untuk calon independen pilkada DKI 2024.

Pasalnya, calon tersebut sudah dinyatakan lolos verifikasi faktual oleh KPU dimana tahapan tersebut diatur dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan.

"Sementara, Polda Metro Jaya menyatakan pencatutan itu masuk pidana umum. Ketika tahapan berlangsung apakah ini menjadi pidana umum atau pidana Pemilu. Karena Ini bisa terkait dengan pihak-pihak atau KTP seseorang yang pribadi kemudian dipalsukan (untuk mendukung) ini persoalan klasik,” ujar Ramdansyah.

Ia mengatakan kasus pencatutan KTP dukungan paslon independen pernah dialaminya sendiri tahun 2011-2012. Padahal waktu itu dirinya menjabat sebagai Ketua Panwaslu Provinsi DKI Jakarta,

Ramdansyah tegas menilai persoalan klasik pencatutan KTP dukungan ini merupakan pidana pemilu.

Karena itu Ia menyarankan, laporan dugaan pencatutan KTP dukungan paslon independen seharusnya melapor dahulu ke Bawaslu karena ini wilayah Gakkumdu.

“Tadi saya dengar, bahwa Bawaslu sudah membuka diri silahkan melapor bagi yang dicatut. Sebaiknya jangan paralel lapor ke Kepolisian dan Bawaslu RI. Karena ada satu kesatuan utuh yang namanya Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian dan kejaksaan,” ujar Ramdansyah yang juga Ketua Bidang Kepemiluan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI)

“Artinya apa, jangan kemudian jalannya masing-masing. Inikan Gakkumdu sudah ada, jadi kalau ke Bawaslu, kemudian diberkaskan, nanti Bawaslu ketika melakukan putusan bersama atau putusan kolektif kolegial terkait laporan masyarakat ini bisa kemudian membawa ke ranah pidana pemilu. Sehingga kemudian, Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) laporan polisinya itu mendapatkan rekomendasi dari Bawaslu itu sendiri. Kalau nggak maka menjadi pidana umum,” tambahnya lagi.

Ramdansyah mengatakan jika kasus pencatutan KTP dukungan ini masuk pidana umum akan mudah dikalahkan ketika di pengadilan.

Ia juga menambahkan jika ingin menyatakan

pasangan calon independen yang sudah lolos verifikasi faktual tapi diduga masih ada cacat administratif maka pihak-pihak yang merasa dirugikan harus mengugat KPU di Pengadilan Tata Usaha Negara.

“Tapi sekali kalau kita mau menggugat putusan pejabat TUN dalam hal ini pejabat KPU maka yah harus ke Pengadilan Tata Usaha Negara,” pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement